Salam yang Benar

Salam yang Benar
Semoga Bermanfaat

Friday, January 31, 2014

Peringatan 1 Suro di Masjid Sunan Kudus




Tugas Psikologi Lintas Budaya
“Peringatan 1 Suro di Masjid Sunan Kudus “

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Lintas Budaya
Dosen pengampu : Falasifatul Falah S.Psi, MA
Oleh Kelompok 4 :
1.      Maharani Mega W.P                 072090911
2.      Azmiani                                      072110982
3.      Ervianto                                      072110998
4.      Isnawati                                      072111007
5.      Yusrina Sabrina Misron           072111068



FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
2014
 


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Bulan Muharram atau yang lebih dikenal dengan bulan Suro bagi masyarakat Kudus ini merupakan bulan  yang mempunyai keistimewaan tersendiri dalam hitungan bulan Islam ala Jawa. Karena dalam bulan Muharram adalah saat pencucian pusaka keris, dan gaman yang di kramatkan.
Dalam  bulan tersebut ada satu tanggal yang agung yakni pada tanggal 10 muharram. Keagungan tanggal tersebut karena Nabi Nuh di selamatkan oleh Allah SWT saat terjadinya banjir es. Dan pada tanggal tersebut juga pengurus makam Sunan Kudus mengadakan ritual penggantian kain penutup makam Sunan Kudus (luwur).
Selain itu, pada bulan Muharram masyarakat Kudus, juga mengadakan buka luwur makam para wali yang di awali dari makam Sunan Kudus yang kemudian di teruskan pada makam para wali di sekitar Kudus. Prosesi Buka Luwur dilakukan pada 10 Suro dengan pencopotan kelambu atau kain putih penutup makam yang sudah satu tahun digunakan.
Tradisi yang dilakukan turun temurun oleh masyarakat Kudus ini memang unik dan menyedot partisipasi masyarakat umum, bukan hanya masyarakat asli Kudus tapi masyarakat di luar Kudus pun ikut turut serta dalam acara tersebut.
Masyarakat berbondong-bondong untuk mendapatkan kelambu atau kain putih yang disebut dengan Luwur, mereka ingin mendapatkan “berkah” dari wali yang bersangkutan. Masyarakat meyakini bahwa atsar doa dari para peziarah menempel pada kain luwur tersebut.
Pasalnya dalam pelaksanaan  malam 10 Suro, tidak hanya prosesi penanggalan kain putih penutup makam saja, akan tetapi dilanjutkan dengan berbagai acara mulai dari khotmil qur’an dan pengajian umum yang dilanjutkan dengan pembagian nasi bungkus.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka kami ingin mengetahui alasan masyarakat Kudus melakukan perayaan tersebut.

B.     Rumusan Masalah
1.      Pengertian konformitas
2.      Penjelasan Malam Satu Suro


D.    Manfaat
1.      Mengetahui apa konformitas
2.      Mengetahui bagaimana kronologis perayaan malam satu Suro
3.      Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konformitas

BAB II
LANDASAN TEORI
David & Frank (2003) menyatakan bahwa konformitas merupakan perubahan perilaku sebagai akibat dari pengaruh kelompok.
Myers (2008) menjelaskan bahwa konformitas merupakan suatu bentuk perubahan perilaku atau kepercayaan hasil dari tekanan kelompok.
Menurut Asch (1951) konformitas merupakan perubahan tingkah laku atau keyakinan sebagai hasil dari tekanan dalam kelompok yang terasa nyata ataupun dalam bayangan.
Dari penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa konformitas adalah perubahan perilaku sebagai akibat dari adanya tekanan dari kelompok.

BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Jenis Penelitian

Penelitian yang kami lakukan dengan menggunakan jenis Penelitian kualitatif yaitu suatu pendekatan yang juga disebut pendekatan investigasi karena biasanya Kami mengumpulkan data dengan cara bertatap muka langsung dan berinteraksi dengan orang-orang di tempat Penelitian.

B.     Lokasi Penelitian

Kami mengambil lokasi penelitian di kota Kudus Provinsi Jawa Tengah.

C.    Populasi dan Sampel Penelitian

Kami menggunakan masyarakat Kudus sebagai populasi, akan tetapi karena banyaknya masyarakat Kudus serta keterbatasan kami maka kami mengambil sampel masyarakat Kudus yang berjumlah 4 orang, yang tinggal di sekitar Mesjid Sunan Kudus.

D.    Metode Pengumpulan Data

Kami menggunakan metode dalam mengumpulkan data yaitu dengan metode wawancara dimana kami melakukan tanya jawab kepada narasumber yang dilakukan secara sistematis dan berlandaskan kepada tujuan penelitian.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    Hasil Wawancara

Subjek mengaku bahwa bulan Suro memiliki keistimewaan diantara bulan-bulan lain. Masyarakat Kudus pada bulan Suro menggelar berbagai macam acara.

Acara dimulai dari tanggal 1 Suro yaitu pengajian bersama. Puncak acaranya pada 10 Suro yaitu buka luwur. Masyarakat Kudus tidak mengetahui secara jelas sejak kapan perayaan 1 Suro mulai dilaksanakan.

Masyarakat Kudus hanya mengikuti tradisi nenek moyangnya. Bukan hanya masyarakat kudus yang ikut berpartisipasi dalam semua acara. Masyarakat asli Kudus tidak membedakan peziarah dari luar kota Kudus. Tidak ada perlakuan istimewa bagi peziarah dari luar kota Kudus saat perayaan malam 1 Suro.

 

B.     Pembahasan

1.      Pengertian Konformitas

David & Frank (2003) menyatakan bahwa konformitas merupakan perubahan perilaku sebagai akibat dari pengaruh kelompok.
Myers (2008) menjelaskan bahwa konformitas merupakan suatu bentuk perubahan perilaku atau kepercayaan hasil dari tekanan kelompok.
Menurut Asch (1951) konformitas merupakan perubahan tingkah laku atau keyakinan sebagai hasil dari tekanan dalam kelompok yang terasa nyata ataupun dalam bayangan.
Dari penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa konformitas adalah perubahan perilaku sebagai akibat dari adanya tekanan dari kelompok.


2.      Penjelasan Malam Satu Suro
Secara kronologis, sebenarnya proses upacara Buka Luwur tersebut diawali dengan penyucian pusaka yang berupa keris yang diyakini milik Sunan Kudus yang dilaksanakan jauh sebelum tanggal 10 Syuro, yaitu pada akhir Besar (nama bulan sebelum bulan Syura).
Biasanya air bekas untuk mencuci keris tersebut yang dalam bahasa Jawa disebut dengankolo”, diperebutkan masyarakat yang memiliki keris untuk mencuci kerisnya, karena mengharap “berkah” dari Sunan Kudus.
Kemudian pada tanggal 1 Syura dilakukan pencopotan kelambu atau kain putih penutup makam yang sudah satu tahun digunakan. Kelambu atau kain putih itulah yang disebut dengan Luwur. Kelambu atau kain putih bekas penutup makam tersebut menjadi rebutan masyarakat karena untuk mendapatkan “berkah”.
Pada malam tanggal 9 Muharram atau Syuro diadakan pembacaan Barjanji (berjanjen) yang merupakan ekspresi kecintaan mereka kepada Nabi Muhammad SAW. Tanggal 9 Muharram setelah shalat subuh diadakah khataman (pembacaan Al Quran dari awal sampai akhir).
Sementara khataman berlangsung dibuatlah “bubur suro” yaitu makanan yang berupa bubur yang diberi bumbu yang berasal dari berbagai macam rempah-rempah.
Hal ini dimaksudkan sebagai “tafa’ul” kepada Nabi Nuh setelah habisnya air dari banjir yang melanda kaumnya, sedangkan makanan tersebut diyakini dapat menjadi obat berbagai macam penyakit.
Di samping pembuatan “bubur suro” pada saat khataman Al Quran berlangsung, juga diadakan penyembelihan hewan yang yang biasanya berupa kambing dan kerbau, menurut salah seorang yang pernah menjadi panitia dalam acara tersebut kambing yang disembelih bisa mencapai 80 hingga 100 kambing.
Kemudian pada malam harinya, yaitu malam tanggal 10 Muharram diadakan pengajian umum yang isinya mengenai perjuangan dan kepribadian Sunan Kudus yang diharapkan menjadi teladan oleh masyarakat.
Pada pagi hari tanggal 10 Muharram setelah shalat Subuh dimulailah acara penggantian kelambu atau kain putih yang diawali dengan pembacaan ayat suci Al Quran dan tahlil yang hanya khusus diikuti oleh para Kyai, lalu mulailah pemasangan kelambu.
Bersamaan dengan itu diadakan pembagian makanan yang berupa nasi dan daging yang sudah di masak kepada masyarakat, yang dibungkus dengan daun jati. Masyarakat bersusah payah untuk mendapatkan nasi dan daging tersebut, sebab makanan tersebut dianggap memiliki berkah dan banyak mengandung kahsiat menyembuhkan penyakit.
Walaupun hanya mendapatkan sedikit, nasi tersebut biasa disebut dengan “sego mbah sunan” (nasinya Sunan Kudus). Setelah acara penggantian kelambu dan pembagian nasi tersebut, berakhir sudah upacara Buka Luwur.

3.      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konformitas

Menurut Latana (1981) ada kecenderungan semakin banyak anggota kelompok, semakin mendorong seseorang untuk melakukan konformitas. Pada kenyataannya hubungan antara jumlah orang dalam kelompok dengan tingkat konformitas tidak selamanya linier.
Menurut Penelitian Ash (1951), bahwa sampai dengan 4 orang di dalam kelompok, pendapat di atas memang benar. Tetapi bila lebih dari 4 orang tidak lagi menunjukkan pengaruh yang significant.
Faktor mayoritas dalam kelompok, ternyata mempangaruhi konformitas (misal ; dalam etnis, agama, kebangsaan, geografis, dll) akan lebih besar pengaruhnya untuk terjadi konformitas. Demikian juga pada orang yang memiliki “self esteem” tinggi, biasanya tidak mudah konform.


a.       Kurangnya Informasi
Orang lain merupakan sumber informasi yang penting. Seringkali mereka mengetahui sesuatu yang tidak kita ketahui, dengan melakukan apa yang mereka lakukan, kita akan memeperoleh manfaat dari pengetahuan mereka.
Kaitannya dengan hasil yang kami peroleh, masyarakat Kudus kurang mengetahui sejarah dari perayaan yang dilakukan pada malam satu Suro, mereka hanya mengikuti tradisi nenek moyang mereka, dan karena orang-orang disekitar mereka melakukan hal tersebut, sehingga mereka ikut turut serta juga.
b.      Kepercayaan terhadap kelompok
Dalam situasi konformitas, individu mempunyai suatu pandangan dan kemudian menyadari bahwa kelompoknya menganut pandangan yang bertentangan. Individu ingin memberikan informasi yang tepat.
Oleh karena itu, semakin besar kepercayaan individu terhadap kelompok sebagai sumber informasi yang benar, semakin besar pula kemungkinan untuk menyesuaikan diri terhadap kelompok.
c.       Kepercayaan diri yang lemah
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi rasa percaya diri dan tingkat konformitas adalah tingkat keyakinan orang tersebut pada kemampuannya sendiri untuk menampilkan suatu reaksi. Semakin lemah kepercayaan seseorang akan penilaiannya sendiri, semakin tinggi tingkat konformitasnya. Sebaliknya, jika dia merasa yakin akan kemampuannya sendiri akan penilaian terhadap sesuatu hal, semakin turun tingkat konformitasnya.


d.      Rasa takut terhadap celaan sosial
Celaan sosial memberikan efek yang signifikan terhadap sikap individu karena pada dasarnya setiap manusia cenderung mengusahakan pesetujuan dan menghindari celaan kelompok dalam setiap tindakannya. Tetapi, sejumlah faktor akan menentukan bagaimana pengaruh persetujuan dan celaan terhadap tingkat konformitas individu.
e.       Rasa takut terhadap penyimpangan
Rasa takut dipandang sebagai orang yang menyimpang merupakan faktor dasar hampir dalam semua situasi sosial. Kita tidak mau dilihat sebagai orang yang lain dari yang lain, kita tidak ingin tampak seperti orang lain. Kita ingin agar kelompok tempat kita berada menyukai kita, memperlakukan kita dengan baik dan bersedia menerima kita.
f.       Kekompakan kelompok
Konformitas juga dipengaruhi oleh eratnya hubungan antara individu dengan kelompoknya. Kekompakan yang tinggi menimbulkan konformitas yang semakin tinggi.
g.      Kesepakatan kelompok
Orang yang dihadapkan pada keputusan kelompok yang sudah bulat akan mendapat tekanan yang kuat untuk menyesuaikan pendapatnya. Namun, bila kelompok tidak bersatu akan tampak adanya penurunan tingkat konformitas.



BAB V
KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan diatas kami menyimpulkan bahwa masyarakat Kudus tidak mengetahui secara jelas sejak kapan perayaan 1 Suro mulai dilaksanakan. Masyarakat Kudus hanya mengikuti tradisi nenek moyangnya saja.
Fenomena tersebut bisa dijelaskan dengan teori konformitas yang mengatakan bahwa perubahan perilaku seseorang sebagai akibat dari adanya tekanan dari kelompok.
Konformitas terjadi karena dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang diantaranya menurut Latana (1981) ada kecenderungan semakin banyak anggota kelompok, semakin mendorong seseorang untuk melakukan konformitas. Pada kenyataannya hubungan antara jumlah orang dalam kelompok dengan tingkat konformitas tidak selamanya linier.
Faktor mayoritas dalam kelompok, ternyata mempangaruhi konformitas (misal ; dalam etnis, agama, kebangsaan, geografis, dll) akan lebih besar pengaruhnya untuk terjadi konformitas. Demikian juga pada orang yang memiliki “self esteem” tinggi, biasanya tidak mudah konform.

 








DAFTAR PUSTAKA