BAB I
PENDAHULUAN
Terapi
Gestalt yang dikembangkan oleh Frederick Perls adalah bentuk terapi
eksistensial yang berpijak pada premis bahwa individu-individu harus menemukan
jalan hidupnya sendiri dan menerima tanggung jawab pribadi jika mereka berharap
mencapai kematangan. Karena bekerja terutama di atas prinsip kesadaran, terapi
Gestalt berfokus pada apa dan bagaimana-nya tingkah laku dan
pengalaman di sini-dan-sekarang dengan memadukan bagian-bagian kepribadian yang
terpecah dan tak diketahui.
Asumsi
dasar terapi Gestalt adalah bahwa individu-individu mampu menangani sendiri
masalah-masalah hidupnya secara efektif. Tugas utama terapis adalah membantu
klien agar mengalami sepenuhnya keberadaannya di sini dan sekarang dengan
menyadarkannya atas tindakannya mencegah diri sendiri merasakan dan mengalami
saat sekarang. Oleh karena itu, terapi Gestalt pada dasarnya noninterpretatif
dan sedapat mungkin, klien menyelenggarakan terapi sendiri. Mereka membuat
penafsiran-penafsirannya sendiri, menciptakan pertanyaan-pertanyaannya sendiri,
dan menemukan makna-maknanya sendiri. Akhirnya, klien didorong untuk langsung
mengalami perjuangan di sini-dan-sekarang terhadap urusan yang tak selesai di
masa lampau. Dengan mengalami konflik-konflik, meskipun hanya membicarakannya,
klien lambat laun bisa memperluas kesadarannya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Konsep-konsep
Utama
1. Pandangan
Tentang Sifat Manusia
Pandangan Gestalt
tentang manusia berakar pada filsafat eksistensial dan fenomenologi. Pandangan
ini menekankan konsep-konsep seperti perluasan kesadaran, penerimaan tanggung
jawab pribadi, kesatuan pribadi, dan mengalami cara-cara yang menghambat
kesadaran. Dalam terapinya, pendekatan Gestalt berfokus pada pemulihan
kesadaran serta pada pemaduan polaritas-polaritas dan dikotomi-dikotomi dalam
diri.
Pandangan
Gestalt adalah bahwa individu memiliki kesanggupan memikul tanggung jawab
pribadi dan hidup sepenuhnya sebagai pribadi yang terpadu. Terapi menyajikan
intervensi dan tantangan yang diperlukan, yang bisa membantu individu
memperoleh pengetahuan dan kesadaran sambil melangkah menuju pemanduan dan
pertumbuhan.
2. Saat
Sekarang
Salah satu
sumbangan utama dari terapi Gestalt adalah penekanannya pada di sini-dan-sekarang serta pada belajar menghargai dan
mengalami sepenuhnya saat sekarang. Berfokus pada masa lampau dianggap sebagai
suatu cara untuk menghindari tindakan mengalami saat sekarang
sepenuhnya.
Bagi banyak
orang, saat sekarang kehilangan kekuatannya; mereka menghabiskan energi untuk
meratapi kekeliruan-kekeliruan di masa lampau dan mengangankan kehidupan yang
berbeda atau terlibat dalam penetapan-penetapan dan rencana-rencana masa depan
yang tak berkesudahan alih-alih ber-"ada" pada saat sekarang. Karena
mereka mengarahkan energi menuju apa yang pernah dan apa yang mungkin akan
terjadi, kesanggupan mereka untuk memanfaatkan kekuatan saat sekarang menjadi
berkurang.
Menurut
Perls, jika individu-individu menyimpang dari saat sekarang dan menjadi terlalu
terpaku pada masa depan, maka mereka mengalami kecemasan. Dalam memikirkan masa
depan, mereka boleh jadi mengalami "tahap yang menakutkan", yakni
mereka dirasuki oleh "pengharapan-pengharapan katastrofik atas berbagai
hal buruk yang akan terjadi atau oleh pengharapan-pengharapan anastrofil
mengenai berbagai hal yang menakjubkan yang akan timbul". Mereka berusaha
menutup kesenjangan antara saat sekarang dan hari kemudian dengan
resolusi-resolusi, rencana-rencana, dan visi-visi alih-alih hidup pada saat
sekarang.
Guna
membantu klien untuk membuat kontak dengan saat sekarang, terapis lebih suka
mengajukan pertanyaan-pertanyaan "apa" dan "bagaimana"
ketimbang "mengapa". Dalam rangka meningkatkan kesadaran atas
"saat sekarang", terapis melakukan dialog dalam kala kini (present
tense). Menurut Perls, pertanyaan- pertanyaan "mengapa" hanya akan
mengarah pada rasionalisasi- rasionalisasi dan "penipuan-penipuan
diri" serta menjauhkan individu dari kesegeraan mengalami.
Pertanyaan-pertanyaan "mengapa" juga mengarah kepada pemikiran yang
tak berkesudahan tentang masa lampau yang hanya akan membangkitkan penolakan
terhadap saat sekarang.
Terapis
Gestalt secara aktif menunjukkan bagaimana klien bisa dengan mudah lari dari
saat sekarang dan memasuki masa lampau atau masa depan. Sasaran Perls adalah
membantu orang-orang membuat hubungan dengan pengalaman-pengalaman mereka
secara jelas dan segera ketimbang semata-mata berbicara tentang
pengalaman-pengalaman itu. Jadi, jika klien mulai bicara tentang kesedihan,
kesakitan, atau kebingungan, terapis membuat usaha-usaha agar klien mengalami
kesedihan, kesakitan, atau kebingungan itu sekarang. Pembicaraan tentang
masalah hanya akan menjadi suatu permainan kata tak berakhir yang menjurus pada
diskusi dan eksplorasi yang tidak produktif atas makna-makna yang tersembunyi.
Itu adalah salah satu cara menolak pertumbuhan, juga suatu cara untuk menipu
diri sendiri. Untuk mengurangi bahaya penipuan diri itu, terapis berusaha
mengintensifkan dan memperkuat perasaan-perasaan tertentu.
Tidaklah
tepat mengatakan bahwa para terapis Gestalt tidak menaruh perhatian pada masa
lampau individu. Masa lampau itu penting apabila dengan cara tertentu berkaitan
dengan tema-tema yang signifikan yang terdapat pada fungsi individu saat
sekarang. Apabila masa lampau memiliki kaitan yang signifikan dengan
sikap-sikap atau tingkah laku individu sekarang, maka masa lampau itu ditangani
dengan membawanya ke saat sekarang sebanyak mungkin. Jadi, apabila klien bicara
tentang masa lampaunya, maka terapis meminta klien agar membawa masa lampaunya
itu ke saat sekarang dengan menjalaninya kembali seakan-akan masa lampau itu
hadir pada saat sekarang.
Perls yakin
bahwa orang-orang cenderung bergantung pada masa lampau untuk membenarkan
ketidaksediaanya memikul tanggungjawab atas dirinya sendiri dan atas
pertumbuhannya. Mereka melakukan permainan menyalahkan guna mengesampingka
tanggungjawab. Perls melihat sebagian besar orang mendapat kesulitan untuk
tinggal pada saat sekarang. Mereka terperangkap dalam pusaran dengan membuat
resolusi-resolusi dan merasionalisasi keadaan setengah mati yang mereka jalani.
Mereka lebih suka melakukan sesuatu yang lain daripada menjadi sadar betapa
mereka telah mencegah diri sendiri menjalani hidup sepenuhnya.
3. Urusan
yang Tak Selesai
Dalam terapi Gestalt
terdapat konsep tentang urusan yang tak selesai, yakni mencakup
perasaan-perasaan yang tak terungkapkan. Meskipun tidak bisa diungkapkan,
perasaan-perasaan itu diasosiasikan dengan ingatan-ingatan dan fantasi-fantasi
tertentu. Karena tidak terungkapkan di dalam kesadaran, perasaan-perasaan itu
tetap tinggal pada latar belakang dan dibawa kepada kehidupan sekarang dengan
cara-cara yang menghambat hubungan yang efektif dengan dirinya sendiri dan
dengan orang lain. Urusan yang tak selesai itu akan bertahan sampai ia
menghadapi dan menangani perasaan-perasaan yang tak terungkapkan itu.
Bagaimana urusan yang
tak selesai menghambat kreativitas dan spontanitas individu, diuraikan oleh
Polster dan Polster sebagai berikut.
Bilamana urusan yang
tak selesai membentuk pusat keberadaan seseorang, maka semangat pemikiran orang
itu menjadi terhambat. Idealnya, orang yang tak terhambat memiliki kebebasan
untuk terlibat secara spontan dengan apa saja yang diminatinya sampai minatnya
itu terpuaskan dan sessuatu yang lain mengundang perhatiannya. Itu adalah suatu
proses yang alamiah. Orang yang hidup menurut irama ini merasa dirinya luwes,
terbuka, dan efektif.
Menurut Polster dan
Polster, terdapat dua kutub penghalang yang menghambat proses. Yang satu adalah
obsesi atau kompulsi yang mengarah pada suatu kebutuhan yang kaku untuk menyelesaikan
urusan yang tak selesai. Yang lainnya adalah pengalaman belalang yang fokusnya
begitu cepat berlalu sehingga penyelesaiannya menjadi terhambat.
Perasaan-perasaan yang
tak diketahui menghasilkan sisa emosi yang tak perlu, yang mengacaukan kesadaran
yang terpusat pada saat sekarang. Menurut Perls, rasa sesal atau dendam paling
sering menjadi sumber dan menjadi bentuk urusan tak selesai yang paling buruk.
Dalam pandangan Perls, rasa sesal menjadikan individu terpaku. Jadi, menurut
Perls, pengungkapan rasa sesal itu merupakan suatu keharusan. Rasa sesal yang
tidak terungkapkan acap kali berubah menjadi perasaan berdosa. Saran Perls
adalah, "Bilamana Anda merasa berdosa, temukan dan ungkapkan rasa sesal
Anda, dan usahakan agar tuntutan-tuntutan Anda menjadi jelas."
- Proses Terapeutik
1. Tujuan-tujuan
Terapi
Terapi Gestalt memiliki
beberapa sasaran penting yang berbeda. Sasaran dasarnya adalah menantang klien
agar berpindah dari “didukung oleh lingkungan’ kepada ‘didukung oleh diri
sendiri’. Menurut Perls sasaran terapi adalah menjadikan pasien tidak
bergantung pada orang lain, menjadikan pasien menemukan sejak awal bahwa dia
bisa melakukan banyak hal, lebih dari pada yang di kiranya.
Perls menyatakan bahwa
jika kita menemukan betapa kita mencegah diri sendiri merealisasikan potensi
kita sebagai manusia secara penuh, maka kita memiliki cara untuk membuat hidup
lebih kaya. Teori ini berlandaskan sikap hidup setiap saat. Dengan demikian,
tujuan utama terapi adalah membantu klien agar menjalani hidup lebih penuh.
Tujuan terapi Gestalt
bukanlah penyesuaian terhadap masyarakat. Perls mengingatkan bahwa kepribadian
dasar zaman kita adalah neurotic sebab, menurut keyakinannya, kita hidup di
masyarakat yang tidak sehat. Tujuan terapi selanjutnya adalah membantu klien agar
menemukan pusat dirinya. Perls mengatakan, “jika lagi”, maka apapun yang lewat
akan diasimilasi oleh anda, anda bisa memehaminya dan anda berhubungan dengan
apapun yang terjadi.
Sasaran utama terapi
Gestalt adalah pencapaian kesadaran. Kesadaran dengan dan pada dirinya sendiri;
dipandang kuratif. Tanpa kesadaran, klien tidak memiliki alat untuk mengubah
kepribadianya. Dengan kesadaran klien memiliki kesanggupan untuk menghadapi dan
menerima bagian-bagian keberadaan yang diingkarinya serta untuk berhubungan
dengan pengalaman-pengalaman subjektif dan dengan kenyataan.
2. Fungsi
dan Peran Terapis
Terapi gestalt
difokuskan pada perasaan-perasaan klien, kesadaran atas saat sekarang,
pesan-pesan tubuh, dan penghambat-penghambat kesadaran. Ajaran Perls adalah”kosongkan
pikiran anda dan capailah kesadaran.”
Menurut Perls, terapi
Gestalt berhubungan dengan hal yang jelas. Dan tidak melihat bisul di hidungnya
sendiri,demikian menurut perls tugas terapis adalah menantang klien. Dengan
cara ini, klien belajar menggunakan kesadarannya secara penuh. Terapi Gestalt
menggunakan mata dan telinga terapis
untuk menyangga saat sekarang. Terapis menghindari intelektualisasi abstrak,
diagnosis, penafsiran, dan ucapan yang berlebihan.
Meskipun berurusan
dengan hal yang jelas, kebersahajaan
terapi Gestalt jangan diartikan bahwa tugas terapis Gestalt adalah tugas yang
mudah. Menurut penelitian penulis, salah satu kelemahan terapi Gestalt adalah bahwa terapis bisa tergelincir ke
dalam peran teknis dan impersonal.
Pengembangan berbagai
siasat Gestalt adalah suatu hal yang mudah. Akan terapi, penggunaan
teknik-teknik dengan cara mekanis adalah cara lain yang mendorong klien untuk
meneruskan kehidupannya yang tidak otentik.
Polster dan polster
(1973) membahas konsep tentang “terapis sebagai instrumennya sendiri”. Sama
halnya dengan para seniman yang perlu mempunyai hubungan dengan apa yang
dilukisnya, terapis adalah “partisipan artistic dalam penciptaan suatu hidup
baru’. Polster dan polster menganjurkan kepada para terapis untuk menggunakan
pengalamannya sendiri sebagai bahan yang esensial dalam proses terapi. Menurut
mereka, terapis bukanlah semata-mata responder, pemberi umpan balik, atau
katalisator yang tidak mengubah diri sendiri. Data dari pertemuan terapeutik
berlandaskan pengalaman-pengalaman timbal balik di antara klien dan terapis.
Jika terapis ingin berfungsi secara efektif, maka dia harus selaras baik dengan
kliennya maupun dengan dirinya sendiri. Jadi terapi adalah keterlibatan dua
arah di atas landasan aku kamu yang sejati. Yang berubah bukan hanya klien,
melainkan juga terapis.
Bagaiman terapi Gestalt
dijalankan,dan apa fungsi-fungsi terapis dalam proses terapeutik?
Pertama-pertama perls menyatakan bahwa sasaran terapis adalah kematangan klien
dan pembongkaran,”hambatan-hambatan yang mengurangi kemampuan klien berdiri di
atas kaki sendiri,” tugas terapis adalah membantu klien dalam melaksanakan
peralihan dari dukungan eksternal kepada dukungan internal dengan menentukan
letak jalan buntu. Jalan buntu adalah
titik tempat individu menghindari mengalami perasaan-perasaan yang mengancam
karena dia merasa tidak nyaman. Jalan buntu adalah penolakan terhadap langkah
menghadapi diri sendiri dan perubahan.
Pada jalan buntu, klien
berusaha mengelak dari lingkungannya dengan memainkan peran-peran palsu sebagai
orang yang lemah, tak berdaya,bodoh dabn tolol. Tugas terapis adalah membantu
klien untuk menembus jalan buntu sehingga pertumbuhan bisa terjadi. Itu adalah
suatu tugas yang sulit, sebab klien pada titik jalan buntu percaya bahwa dirinya
tidak memiliki kesempatan mempertahankan kelangsungan hidup dan bahwa dia tidak
ingin menemukan cara-car untuk mempertahankan kelangsungan hidup.
Perls mengemukakan
bahwa cara untuk menghindari manipulasi yang mungkin dilakukan klien adalah
membiarkan klien menemukan sendiri potensi-potensinya yang hilang. Klien
menggunakan terapis sebagai “layar proyeksi” dan memandang terapis sebagai
pemberi apa-apa yang hilang dari dirinya. Perls menyatakan bahwa semua orang
memiliki “ lubang “ dalam kepribadiannya, lubang itu boleh jadi mengcakup
penyerahan mata dan telinga sendiri; dia lebih suka meminta orang lain agar
melihat dan mendengar untuk dirinya dibandingkan melihat dan mendengar sendiri.
Menurut Perls
lubang-lubang itu terlihat jelas. Tugas terapis kemudian adalah menyajikan
situasi yang menunjang pertumbuhan dengan jalan mengonfrontasikan klien kepada
titik tempat dia menghadapi suatu putusan apakah akan atau akan mengembangkan
potensi-potensinya. Frustasi menghasilkan penemuan fantasi. Klien meyakinkan
dirinya sendiri bahwa dia tidak memiliki
sumber-sumber yang patut digali.
Suatu fungsi yang
penting dari terapis Gestalt adalah memberikan perhatian pada bahasa tubuh
kliennya, isyarat-isyarat nonverbal dari klien menghasilkan informasi yang kaya
bagi terapis, sebab isyarat-isyarat itu sering “menghianati” perasaan-perasaan
klien, yang sendiri tidak menyadarinya.
Pengalaman klien dalam
terapi
Perls (1969a)
mengungkapkan sikap skeptisnya tentang orang-orang yang mendatangi terapi dan menunjukan bahwa tidak
begitu banyak orang yang sungguh-sungguh bersedia bekerja keras guna mencapai
perubahan. Meskipun Perls tampak pesimistis, tidak semua klien hanya
mengiginkan “perubahan neurosis”. Para
klien dalam pengalaman terapi Gestalt memutuskan sendiri apa yang mereka
inginkan dan berapa banyak yang mereka inginkan.
Peringatan Perls dapat
digunakan dalam mengonfrontasikan para klien guna membantu mereka menguji
beberapa besar perubahan yang diingan oleh mereka. Jadi salah satu tanggung
jawaab yang paling pertama harus ditunaikan oleh klien adalah menetapkan apa
yang diingan mereka dari terapi. Jika klien menyatakan bahwa mereka bingung dan
tidak tahu, atau jika klien mengharapkan terapislah yang akan menetapkan
tujuan-tujuan, maka inilah tempat terapis untuk mulai bekerja. Terapis bersama
klien bisa mnegeksplorasi penghidaran klien dari tanggung jawaab ini. Terapis
mengonfrontasikan kliennya dengan cara-caraa mereka sekarang menghindari
anggung jawab mereka sertameminta mereka agar membuat ptusan-putusan tentang
kelanjutan terapi.
3. Hubungan
antara Terapis dan Klien
Sebagai terapis
eksistensial, praktek terapi Gestalt yang efektif melibatkan hubungan pribadi
antara terpis dan klien. Pengalaman-pengalaman kesadaran dan persepsi-persepsi
terapis menjadi latar belakang, sementara kesadaran dan reaksi-reaksi klien
membentuk bagian muka proses terapi. Yang penting adalah terapi secara aktif
berbagi persepsi-persepsi dan pengalaman-pengalaman saat sekarang seketika dia
menghadapi klien disini dan sekarang. Terapis bersama klien perlu
mengeksplorasi ketakutan-ketakutan, pengharapan-pengharapan katastrofik, penghambatan-penghambatan, dan
penolakan-penolakan klien.
Perls (1969a), Polster
dan Polster (1973), dan Kempler(1973)
semuanya menekankan pentingnya kepribadian terapis, tidak hanya
teknik-teknik yang mereka miliki, sebagai bahan vital dalam proses terapi,
Perls menentang orang-orang yang menggunakan teknik-teknik sebagai
muslihat yang menghambat pertumbuhan
klien dan menjadi merk “terapi palsu”. Polster dan Polster memperingatkan bahwa
jika terapis mengabaikan kualitas-kualitas peribadinya sebagai instrumen dalam
terapi, maka dia hanya akan menjadi seorang teknisi. Mereka juga menganjurkan
terapis untuk membangkitkan spontanitas diri dan menggunakan hubungan dengan klien
sebagai teknik terapeutik. Kempler menyebut hbungan dengan klien yang actual
antara klien dan terapis sebagai inti dari proses terapeutik. Ia menentang “
penggunaan taktik-taktik yang bisa
menyembuyikan identitas nyata dari terapis di hadapan klienya”. Kempler juga menyebutkan bahwa teknik-teknik
sering menjadi alat bantu yang bernilai bagi proses terapeutik, tetapi ia
menekankan proses hubungan terapis daan
klien dengan alasan bahwa kualitas hubungan terapis dan klien itu menentukan
apa yang terjadi pada keduanya.
- Penerapan : Teknik-teknik dan Prosedur Terapeutik
1. Teknik-teknik
Terapi Gestalt
Di depan telah
disebutkan bahwa terapi Gestalt adalah lebih dari sekedar sekumpulan teknik
atau “permainan-permainan”. Apabila interaksi pribadi antara terapis dan klien
merupakan inti dari proses terapeutik, teknik-teknik bisa berguna sebagai alat
untuk membantu klien guna memperoleh kesadaran yang lebih penuh, mengalami
konflik-konflik internal, menyelesaikan inkonsistensi-inkonsistensi dan
dikotomi-dikotomi, dan menembus jalan buntu yang menghambat penyelesaian urusan
yang tak selesai. Teknik-teknik dalam terapi Gestalt digunakan sesuai dengan
gaya pribadi terapis.
Levitsky dan Perls
menyajikan suatu uraian ringkas tentang sejumlah permainan yang bisa digunakan
dalam terapi Gestalt, yang mencakup :
a.
Permainan-permainan
dialog,
b.
Membuat lingkaran,
c.
Urusan yang tak selesai
d.
“saya memikul tanggung
jawab”,
e.
“saya memiliki suatu
rahasia”,
f.
Bermain proyeksi,
g.
Pembalikan,
h.
Irama kontak dan
penarikan,
i.
“ulangan”,
j.
“melebih-lebihkan”,
k.
“bolehkah saya
memberimu sebuah kalimat?”
l.
Permainan-permainan
konseling perkawinan, dan
m.
“bisakah anda tetap
dengan perasaan ini?”
Pembahasan
teknik-teknik terapi Gestalt berikut berdasarkan uraian permainan-permainan
dari Levitsky dan Perls dengan modifikasi bahan dan tambahan petunjuk-petunjuk
dari penulis untuk pelaksanaannya.
Ø Permainan
Dialog
Salah
satu tujuan dari terapi Gestalt adalah mengusahakan fungsi yang terpadu dan
penerimaan atas aspek-aspek kepribadian yang dicoba dibuang atau diingkari. Terapis
Gestalt menaruh perhatian yang besar pada pemisahan dalam fungsi kepribadian.
Yang palig utama adalah pemisahan antara “top dog” dan “underdog”. Terapi
sering difokuskan pada pertentangan antara top dong dan underdog itu.
Top
dog itu adil, otoriter, moralistik, menuntut, berlaku sebagai majikan,
manipulatif. Ia adalah “orang tua” yang kritis yang mengusik dengan kata-kata
“harus “ dan “sewajibnya” serta memanipulasi dengan ancaman-ancaman bencana.
Sedangkan underdog memanipulasi dengan memainkann peran sebagai
korban,defensif, membela diri, tak berdaya, lemah, dan tak berkekuasaan. Ia
adalah sisi pasif, tanpa tanggung jawab, dan ingin dimaklumi. Top dog dan
underdog terlibat dalam pertarungan yang tak berkesudahan untuk memperoleh
kendali. Pertarungan itu bisa membantu menerangkan, mengapa resolusi-resolusi
dan janji-janjisering tidak terlaksana dan mengapa kelambanan menjadi menetap.
Top dog dan tiran menuntut seseorang untuk begini, sementara underdog dengan
sikap menantang memainkan peran sebagai anak yang bandel. Sebagai akibat dari
pertarungan untuk memperoleh kendali itu, individu menjadi terpecah ke dalam
situasi sebagai pengendali sekaligus sebagai yang dikendalikan. Perang saudara
anatara dua sisi tersebut tidak pernah sepenuhnya berakhir, sebab kedua sisi
berjuang demi keberadaannya.
Konflik
antara dua sisi kepribadian yang berlawanan itu berakar pada mekanisme
introyeksi yang melibatkan penggabungan aspek-aspek dari orang lain, biasanya
orang tua, kedalam sistem ego individu. Perls menunjukan bahwa pengambilan
nilai-nilai dan sifat-sifat orang lain itu perlu diharapkan. Akan tetapi, ada
bahayanya apabila seseorang menerima seluruh nilai orang lain secara tidak
kritis. Yakni menyebabkan orang itu sulit untuk menjadi pribadi yang otonom.
Adalah suatu hal yang esensial bahwa orang menyadarai introyeksinya, terutama
introyeksi beracun yang dapat meracuni sistem dan menghambat integrasi
kepribadian.
Terdapat
banyak contoh konflik umum yang bisa digunakan pada permainan dialog.
Diantaranya yang terbukti oleh penulis bisa digunakan adalah: (1) sisi orang
tua lawan sisi anak, (2) sisi yang bertanggung jawab lawan sisi yang impulsif,
(3) sisi yang puritan lawan sisi yan sexy, (4) “anak baik”lawan “anak nakal”,
(5) diri yang agresif lawan diri yang pasif, dan (6) sisi yang otonom lawan
sisi yang marah. Teknik permainan dialog dapat digunakan baik dalam konseling
individual maupun dalam konseling kelompok.
Ø
Berkeliling
Berkeliling
adalah suatu latian terapi Gestalt di mana klien diminta untuk berkeliling ke anggota-anggota
kelomponya dan berbicara atau melakukan sesuatu dengan setiap anggota itu.
Maksud teknik ini adalah untuk mengahdapi, memberanikan dan menyikapkan diri,
bereksperimen dengan tingkah laku yang baru, serta tumbuh dan berubah. Penulis
pernah menggunakan teknik ini ketika mengamati bahwa sesorang partisipan perlu
menghadapi setiap anggota dalam kelompoknya dengan suatu tema.
Ø
Bermain Proyeksi
Dinamika
proyeksi terdiri atas seseorang melihat pada orang lain hal-hal yang justru ia
tidak mau melihatnya dan menerimanya pada dirinya sendiri. Orang bisa menguras
banyak energi untuk mengingkari perasaan-perasaannya sendiri unutk mengalihkan
motif-motif dirinya pada orang lain. Acap kali, terutama dalam setting
kelompok, pernyataan-pernyataan seseorang tentang orang lain sebenarnya adalah
proyeksi dari atribut-atribut yang dimilikinya.
Dalam
permainan “bermain proyeksi”, terapis meminta kepada klien yang mengatakan
“saya tidak bisa mempercayaimu” untuk memainkan peran sebagai orang yang tidak
bisa menaruh kepercayaan guna menyikapkan sejauh mana ketidakpercayaan itu
menjadi konflik dalam dirinya. Dengan perkataan lain, terapis meminta klien
untuk “mencoba” pernyataan-pernyataan tertentu yang ditujukan kepada orang lain
dalam kelompok.
Ø
Teknik Pembalikan
Gejala-gejala
dan tingkah laku tertentu seringkalimerepresikan pembalikan impuls-impuls yang
mendasari atau yang laten. Jadi, terapis bisa meminta klien yang mengaku
menderita inhibisi-inhibisi yang kuat dan raa malu yang berlebihan agar
memainkan peran sebagai seoranf ekshibisionis dalam kelompok. Penulis ingat
akan seorang wanita yang “teramat sopan” di dalam salah satu kelompok yang
mengalami kesulitan utnuk berbuat segala sesuatu kecuali menampilkan diri
sebagai orang yang manis. Penulis memintakepada klien untuk mebalikkan gayanya
yang khas dan untuk menjadi segenit-genitnya. Pembalikan berlangsung dengan
baik; dengan segera klien memainkan bagian dirinya dengan senang, dan kemudian
dia mampu mengakui dan menerima “sisi genit”-nya maupun “sisi nyonya yang sopan”-nya
dengan baik.
Teknik
yang melandasi teknik pembalikan adalah teori bahwa klien terjun kedalam
sesuatu yang ditakutinya karena dianggap bisa menimbulkan kesemasan, dan
menjalin hubungan dengan bagian-bagian diri yang telah ditekan atau
diingkarinya. Oleh karena itu, teknik ini bisa membantu para klien untuk mulai
menerima atribut-atribut pribadinya yang telah dicoba diingkarinya.
Ø
Permainan Ulangan
Menurut
Perls, banyak pemikirna kita yang merupakan pengulangn. Dalam fantasi, kita
mengulang-ulang peran yang kita anggap masyarakat mengharapkan kita
memainkannya. Ketika tiba saat menampilkannya, kita mengalami demam panggung
atau kecemasan, yakni ketika kita takut tidak mampu memainkan prn kita itu
tidak baik. Pengulangan internal menghabiskan banyak energi serta acapkali
menghambat spontanitas dan kesediaan kita untuk bereksperimen dengan tingkah
laku baru.
Para
anggota kelompok terapi melakukan permainan berbagai pengulangan satu sama lain
dalam upaya meningkatkan kesadaran atas pengulangan-pengulangan yang dilakukan
oleh mereka dalam memenuhi tuntutan memainkan peran-peran sosial. Mereka
menjadi lebih sadar betapa mereka selalu mencoba memenuhi
pengharapan-pengharapan orang lain, sadar atas seberapa besar derajat keinginan
mereka untuk disetujui, diterima, dan disukai, serta sejauh mana mereka
berusaha memperolah penerimaan.
Ø
Bermain
Melebih-lebihkan
Permainan
ini berhubngan dengan konsep peningkatan kesadaran atas tanda-tanda dan
isyarat-isyarat halus yang dikirimkan oleh seseoran melalui bahsa tubuh. Gerakan-gerakan,
sikap-sikap badan, dan mimik muka bisa mengomunikasikan makna-makna yang
penting, begitu pula isyarat-isyarat yang tidak lengkap. Klien dimana untuk
melebih-lebihkan gerakan-gerakab atau mimik muka secara berulang-ulang, yang
biasanya mengintensifkan perasaan yang berpaut pada tingkah laku dan membuat
makna bagian dalam menjadi lebih jelas.
Ø
Tetap dengan Perasaan
Teknik
ini bisa digunakan pada saat klien menunjuk pada perasaan atau susana hati yang
tidak menyenangkan yang ia sangat ingin menghindarinya. Terapis mendesak klien
untuk tetap dengan atau menahan perasaan yang ia ingin menghindarinya itu.
Kebanyakan
klien ingin melarikan diri dari stimulus yang menakutkan dan menghindari
perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan. Terapis bisa meminta klien untuk
bertahan dengan ketakutan atau kesakitan apapun yang didalamnya sekarang dan
mendorong klien untuk menyelam lebih dalam ke dalam perasaan dan tingkah laku
yang ingin dihindarinya. Menghadapi, mengonfrontasi, mengalami
perasaan-perasaan tidak hanya membutuhkan keberanian, tetapi juga membutuhkan
kesediaan untuk bertahan dalam kesakitan yang diperlukan guna membuka dan
membuat jalan menuju taraf-taraf pertumbuhan yang baru.
Ø
Pendekatan Gestalt
terhadap Kerja Mimpi
Dalam
psikoanalisis, mimpi-mimpi ditafsirkan, pemahaman intelektual ditekan, dan
asosiasi bebas digunakan sebagai satu metode untuk mengeksplorasi makna-makna
yang tidak disadarai dari mimpi-mimpi. Terapi Gestalt tidak menafsirkan mimpi
dan menganalisis mimpi, membawa kembali mimpi pada kehidupan, menciptakan
kembali mimpi, dan menghidupkan kembali mimpi seakan-akan mimpi itu berlangsung
sekarang.
2. Penerapan
dalam Terapi Individual dan Kelompok
Terapi Gestalt bisa
diterapkan dengan berbagai cara, baik dalam setting individual maupun dalam
setting kelompok. Dalam konseling, terapi Gestalt bisa diterapkan dalam gaya
Gestalt terbatas di mana interaksi klien dengan terapis bertaraf minimal. Klien
menerjemahkan pengalaman segeranya ke dalam situasi permainan peran di mana
klien mempersonifikasi segenap aspek kesadarannya. Dalam bentuknya yang murni
ini, reaksi-reaksi klien terhadap terapis menjadi bagian dari proyeksi-proyeksi
fantasi klien.
Terapi individual bisa
juga dilaksanakan dalam bentuk yang kurang murni, yang ditandai oleh dialog
antara klien dan terapis.Terapis bisa menyarankan percobaan-percobaan guna
membantu klien dalam memperoleh fokus yang lebih tajam kepada apa yang
dilakukannya sekarang. Akan tetapi, terapis juga membawa reaksi-reaksinya ke
dalam dialog, dan karenanya dia lebih dari sekadar pengarah terapi individual.
Polster dan Polster (1973) dan Kempler (1973), yang merupakan tokoh-tokoh utama
dalam terapi Gestalt, mengimbau terapis agar aktif,membuka diri, dan melibatkan
pendekatan yang manusiawi.
Kempler percaya bahwa
terapi individual yang berhasil adalah hasil partisipasi bersama dari dua
manusia. Terapis harus berbuat lebih dari sekadar mengajukkan
pertanyaan-pertanyaan, membuat penafsiran-penafsiran, dan memberikan
saran-saran. Proses yang berlawanan yang ada dalam diri terapis sendiri adalah
bagian yang vital dari proses terapi.
Sebagaimana terapi
individual, terapi kelompok bisa dipraktekkan dalam konteks Gestalt, tetapi
kurang murni. Kebebasan yang lebih besar bisa diberikan. Para anggota kelompok
bisa memiliki kebebasan yang lebih besar untuk berinteraksi secara spontan,dan
terapis bisa merangsang interaksi antaranggota. Variabel yang penting adalah
menetapkan apakah interversi akan membantu ataukah mengacaukan. Beberapa
interaksi anggota menyimpang dari kualitas kerja terapi serta memencarkan
energi kelompok. Oleh karena itu, terapis, apakah bekerja menangani klien
individual ataupun kelompok, memiliki keleluasaan untuk menggunakan
teknik-teknik psikoterapi dengan jangkauan yang lebih luas daripada yang secara
orisinil dikembangkan oleh Perls di bengkel kerjanya.
Factor-faktor yang
berhubungan dengan penerapan yang pantas dari teknik-teknik terapi Gestalt
adalah : (1) waktu, (2) jenis klien yang
ditangani, (3) setting yang dihadapi.
Menurut Shepherd ( 1970
), teknik-teknik terapi Gestalt, terutama
teknik-teknik konfrontif dan melakonkan kembali, tidak cocok untuk digunakan
dalam penanganan klien yang psikotik. Ia menunjukkan bahwa para klien yang
mengalami gangguan kepribadian yang lebih berat membutuhkan dukungan yang kuat
sebelum mereka bisa menanggung pengalaman menghidupkan kembali kemarahan,
kesakitan, dan keputusasaan yang meluap-luap yang menandai proses-proses
psikotik. Daripada melibatkan klien kedalam permainan peran yang melepaskan
perasaan-perasaan yang intens, “akan sangat membantu jika menggunakan
teknik-teknik guna menunjang pemulihan kebebasan klien untuk menggunakan
mata,tangan,telinga,tubuh;secara umum,untuk meningkatkan
kesanggupan-kesanggupan sensoris, perceptual ,dan motorik menuju
kemampuan-kemampuan mendukung diri sendiri dan mengatasi lingkungannya” (
Shepherd, 1970, hlm. 235 ).
3. Penerapan
di Sekolah : Proses Belajar-Mengajar
Metodologi Gestalt memiliki penerapan langsung bagi
kerja menangani anak-anak dan remaja di sekolah. Lederman menerapkan konsep-konsep
terapi Gestalt dalam
mengonfrontasikan anak-anak dengan cara-cara mereka menghindari penggunaan
kekuatan pribadinya, dan ia menuntut, berdasarkan kepribadiaanya sendiri dan
hubungannya yang sungguh-sungguh dengan anak-anak, agar anak-anak itu menerima
tanggung jawab atas apa yang di lakukan oleh mereka. Lederman mengetahui benar
bahwa para siswa tidak akan mempelajari pelajaran sebelum mereka menangani
secara efektif kekacauan emosi yang menghambat konsentrasi pada tugas-tugas
belajar.
Dalam bukunya yang
berjudul Human Teaching for Human
Learning, Brown menguraikan berbagai teknik Gestalt yang baik untuk
digunakan di dalam ruangan kelas, yang mencakup kelompok-kelompok dalam dan
luar yang dirancang untuk membantu individu-individu tinggal pada “saat
sekarang “, kelompok-kelompok fantasi dan latihan-latihan fantasi,
latihan-latihan agresi, penyentuhan, teknik teater improvisasional,
perjalanan-perjalanan tubuh fantasi, peta-peta kehidupan pribadi, perjalanan
bersama, pencerminan, permainan-permainan proyeksi Gestalt, berkeliling bersama, fantasi hewan, teknik-teknik
kepercayaan dan kontak Gestalt,
teknik-teknik guru-siswa Gestalt, teknik-teknik
tanggung jawab Gestalt, dan banyak
teknik kesadaran Gestalt verbal dan
nonverbal lainnya yang bisa diterapkan pada sekolah dasar hingga sekolah
menengah. Ia melaporkan bahwa penggunaan teknik-teknik belajar afektif yang
diintegrasikan dengan bahan kognitif menghasilkan belajar yang lebih baik
mengenai bahan kognitif, peningkatan motivasi, penghargaan yang lebih besar
terhadap diri, orang lain dan alam, dan peningkatan tanggung jawab siswa.
KESIMPULAN
Terapi Gestalt adalah suatu terapi eksistensial
yang menekankan kesadaran di sini-dan-sekarang. Fokus utamanya adalah pada apa
dan bagaimana-nya tingkah laku dan pada peran urusan yang tak selesai pada masa
lampau yang menghambat kemampuan individu untuk bisa berfungsi secara afektif.
Konsep-konsep utamanya mencakup penerimaan tanggung jawab pribadi, hidup pada
saat sekarang, pengalaman langsung yang merupakan kebalikan dari membicarakan
pengalaman-pengalaman secara abstrak, penghindaran diri, urusan yang tidak
selesai, dan penembusan jalan buntu.
Sasaran terapeutik utamanya adalah menantang klien
untuk beralih dari dukungan lingkungan kepada dukungan diri. Perluasan
kesadaran, yang dipandang kuratif dengan dan pada dirinya, adalah suatu tujuan
dasar. Dengan kesadaran, klien mampu mendamaikan polaritas-polaritas dan
dikotomi-dikotomi yang ada di dalam dirinya sehingga bergerak menuju
reintegrasi segenap aspek dari dirinya.
Dalam pendekatan ini, terapis membantu klien agar
mengalami lebih penuh segenap perasaannya, dan ini memungkinkan klien mampu
membuat penafsiran-penafsiran sendiri. Terapis menghindari pembuatan
penafsiran-penafsiran, dan lebih memusatkan perhatian pada bagaimana klien
bertindak. Klien mengenali urusannya yang tidak selesai dan menembus
kendala-kendala yang menghambat pertumbuhan dirinya. Klien melakukan hal itu
dengan mengalami kembali situasi-situasi masa lampau seakan-akan berlangsung sekarang.
Terapis memiliki banyak teknik yang bisa digunakan, yang semuanya mempunyai
satu kesamaan, yaitu dirancang untuk mengintensifkan tindakan mengalami
langsung dan untuk mengintegrasikan perasaan-perasaan yang berlawanan.
Berikut ciri-ciri spesifik terapi Gestalt :
- Merupakan terapi dengan pendekatan konfrontif dan aktif.
- Menangani masa lampau dengan membawa aspek-aspek masa lampau yang relevan ke saat sekarang.
- Menggairahkan hubungan dan pengungkapan perasaan-perasaan langsung, dan menghindari intelektualisasi abstrak tentang masalah-masalah klien.
- Memberikan perhatian terhadap pesan-pesan nonverbal dan pesan-pesan tubuh.
- Menolak mengakui ketidakberdayaan sebagai alasan untuk tidak berubah.
- Meletakan penekanan pada klien untuk menemukan makna-makna sendiri dan membuat penafsiran-penafsiran sendiri.
- Dalam waktu yang sangat singkat, para klien bisa mengalami perasaan-perasaannya sendiri secara intens melalui sejumlah latihan Gestalt.
DAFTAR PUSTAKA
Corey, Gerald. 2005. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi.
Bandung : Refika Aditama.
No comments:
Post a Comment