Makalah Psikologi Perkembangan
“Perkembangan
Psikososial Dewasa Tengah”
Dosen Pembimbing : Dr. Yeniar Indriani ; Dra. Rohmatun, Psi
Disusun oleh :
1.
ERVIANTO (
072110998 )
2.
ISNAWATI (
0721)
3.
YUSRINA SABRINA MISRON (
0721)
Fakultas Psikologi
Universitas Sultan Agung Semarang
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah,
puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini
yang tepat pada waktunya yang berjudul “PERKEMBANGAN
PSIKOSISAL DEWASA TENGAH”
Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Semarang, Desember
2012
Penyusun
Penyusun
i
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Pada
umumnya usia madya atau usia setengah baya dipandang sebagai masa usia antara
40 – 60 tahun. Masa tersebut pada akhirnya akan ditandai oleh perubahan jasmani
dan mental. Pada usia 60 tahun biasanya terjadi penurunan kekuatan fisik,
sering pula diikuti oleh penurunan daya ingat. Walaupun dewsa ini banyak yang
mengalami perubahan-perubahan tersebut lebih lambat dari pada masa lalu, namun
garis batas tradisionalnya masih nampak. Meningkatnya kecenderungan untuk
pensiun pada usia 60an sengaja atau tidak sengaja usia 60an dianggap sebagai
garis batas antara usia lanjut dengan usia madya.
Seperti
halnya periode lain dalam rentang kehidupan yang berbeda menurut tahap dimana
perubahan fisik yang membedakan usia madya dini pada satu batas, dan usia
lanjut di batas lainnya. Menurut pepatah kuno, seperti halnya buah apel,
matangnya pun tidak pada waktu yang sama ada yang bulan juli, ada yang bulan
agustus, dan ada pula yang bulan oktober. Demikian halnya dengan manusia.
Usia madya pada kebudayaan Amerika
saat ini, merupakan masa yang paling sulit dalam rentang kehidupan mereka.
Bagaimanapun baiknya individu-individu tersebut untuk menyesuaikan diri
hasilnya akan tergantung pada dasar-dasar yang ditanamkan pada tahap awal
kehidupan, khususnya harapan tentang penyesuaian diri terhadap peran dan
harapan sosial dari masyarakat dewasa. Kesehatan mental yang baik yang
diperlukan pada masa-masa dewasa, memberikan berbagai kemungkinan untuk
menyesuaikan diri terhadap berbagai peran baru dan harapan sosial usia madya.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Apa saja model-model tahapan
normative ????
2. Apa saja pendekatan teoritikal
yang di gunakan saat ini untuk mengetahui perkembangan identitas ????
3. Factor apa saja yang mempengaruhi
kesejahteraan di masa paruh baya ????
C. TUJUAN
dan MANFAAT
a. Adapun tujuan dari pembuatan
makalah ini adalah :
1. Ingin mengetahui apa saja
model-model tahapan normative yang di gunakan untuk penelitian perkembangan
dewasa tengah
2. Ingin mengetahui apa saja
pendekatan teoritikal yang di gunakan saat ini untuk mengetahui perkembangan
identitas dewasa tengah
3. Ingin mengetahui factor apa saja
yang mempengaruhi kesejahteraan di masa paruh baya.
b. Adapun manfaat dari pembuatan
makalah ini adalah :
1. mengetahui apa saja model-model
tahapan normative yang di gunakan untuk penelitian perkembangan dewasa tengah
2. mengetahui apa saja pendekatan
teoritikal yang di gunakan saat ini untuk mengetahui perkembangan identitas
dewasa tengah
3. mengetahui factor apa saja yang
mempengaruhi kesejahteraan di masa paruh baya.
BAB II
PEMBAHASAN
Perubahan
pada usia paru baya : berbagi pendekatan teoretis klasik
Dalam istilah psikososial, masa dewasa tengah pernah
di anggap sebagai masa yang relatif menetap. Freud (1906/1942) memandang tidak
ada gunanya psikoterapi bagi orang-orang
yang berusia 50 tahun keatas karena ia meyakini kepribadian telah terbentuk
secara permanen pada usia tersebut.
A.
MODEL-MODEL TAHAPAN NORMATIF
Dua ahli tahapan normatif awal yang hasil karyanya
terus memberikan kerangka acuan bagi banyak teori dan penelitian perkembangan
pada masa dewasa tengah adalah Carl G. Jung dan erik erikson.
1.
Carl G.jung : Individuasi dan
transenden
Jung meyakini bahwa
perkembangan paruh baya yang sehat menuntut individuasi (individuation),
kemunculan diri sejati melalui
keseimbangan atau integrasi bagian-bagian kepribadian yang
bertentangan, meliputi bagian-bagian sebelumnya di abaikan. Sampai sekitar usia
20 tahun, jung berkata, orang dewasa memusatkan perhatian pada kewajiban
terhadap keluarga dan masyrakat serta mengambangkan berbagai aspek kepribadian
yang akan membantu mereka mencapai
tujuan eksternal. Perempuan menekan kan keekspresipan dan pengasuhan; laki-laki berorientasi
terutama terhadap prestasi. Pada usia paruh baya, orang-orang mengalihkan
obsesi mereka kediri mereka yang spritual dan kebatihan. Baik laki-laki maupun
perempuan mencari’penyatuan antitesis’ dengan mengungkapkan aspej-asoek yang’di
sangkal’ sebelumnya.
Dua tugas yang penting tapi sulit
pada masa paruh baya adalah menyerahkan citra masa muda dan mengakui kefanaan.
Menurut jung (1966), kebutuhan untuk mengakui kefanaan memerlukan pencarian
makna di dalam diri. Hal ini mungkin bisa membuat tidak nyaman; seriring dengan
orang-orang mempertanyakan komitmen mereka, mereka bisa kehilangan kestabilan
sementara. Namun orang-orang yang menghindari peralihan ini dan tidak melakukan
orientasi ulang kehidupan mereka secara tepat kehilangan peluang pertumbuhan
psikologi.
2.
Erik
Erikson: Generativity Versus Stagnation
Erikson
memandang usia sekitar 40 tahun sebagai masa ketika orang-orang memasuki tahap
normatif ketujuh mereka, generativity
versus stagnation.Generativity
seperti yang di definisikan oleh Erikson, merupakan kepedulian orang dewasa
yang matang untuk membangun dan membimbing generasi berikutnya,melanggengkan
diri sendiri melalui pengaruhnya pada mereka yang mengikutinya. Orang-orang
yang tidak memiliki saluran untuk generativity menjadi hanya tertarik pada diri
dan kegiatanya sendiri, membiarkan dirinya apa yang ia suka, atau tersendat
(tidak aktif atau tidak punya kehidupan).”Kekuatan” masa ini adalah
kepedulian:” sebuah komitmen yang luas untuk mengsuh orang-orang,produk,dan ide
yang sudah di pelajari untuk di asuh”(Erikson, 1985).
Bagaimana
generativity muncul? Menurut sebuah model(Mc Adams,2001), hasrat dari dalam
untuk kefanaan simbolis atau kebutuhan untuk di butuhkan di gabungkan dengan
tuntutan eksternal (dalam bentuk pengharapan dan tanggung jawab yang
meningkat).Ini,bersama-sama dengan apa yang di sebut Erikson sebagai “keyakinan
dalam spesies,” mengarah pada komitmen dan tindakan yang generatif.
Erikson
meyakini bahwa generativity tidak terbatas pada usia paruh baya.Generativity
dapat diekspresikan tidak hanya melalui pola asuh, tetapi melalui pengajaran
atau pembimbingan, produktivitas atau kreativitas,dan” produksi sendiri,” atau pengembangan diri.Dalam
Gandhi’s Truth,Erikson(1969) memperlihatkan bagaimana Gandhi- yang bukan
merupakan ayah yang baik- muncul sebagai “ bapak negara” pada usia 49 tahun,
mengungkapakan generativity dalam kepeduliannya terhadap kesejahteran seluruh bangsa.
Ahli teori
yang belakangan muncul (Kotre,1984) membedakan empat bentuk spesifik
generativity:
·
Biologis(mengandung
dan melahirkan anak)
·
Orang
tua(mengasuh dan membesarkan anak)
·
Teknis(mengajarkan
berbagai keterampilan)
·
Budaya(menularkan
nilai-nilai dan institusi-institusi budaya)
Terlepas dari
bentuknya ujar Kotre,generativity dapat di ungkapakan dalam dua cara atau gaya
yang berbeda:
1.
Komunal
( melibatkan kepedulian dan pengasuhan orang lain)
2.
Agentik
( Kontribusi pribadi kepada masyarakat-kreatif,ilmiah,atau kewirausahaan).
3.
Warisan
Jung dan Erikson: Vailant dan Levinson
Berbagai
ide dan pengamatan Jung dan Erikson mengilhami penelitian longitudinal pada
laki-laki dari George Vaillant(1977) dan Daniel Levinson (1978).Keduanya
peralihan besar pada masa paruh baya- dari memperjuangkan pekerjaan pada
usia30-an keevalusi kembali dan bahkan
mengatur kembali kehidupan secara drastis pada usia 40-an ke kematangan dan
stabilitas yang relatif pada usia 50-an.
Vaillant,
seperti Jung, melaporkan diferensiasi gender yang berkurang pada usia paruh
baya dan kecenderungan laki-laki untuk menjadi lebih mengasuh dan ekspresif.Sebaliknya menurut
Levinson,laki-laki pada usia paruh baya menjadi kurang terobsesi dengan
prestasi pribadi dan lebih peduli dengan hubungan; dan mereka menunjukkan
generativity dengan menjadi mentor bagi orang-orang yang lebih muda.
Vaillant
juga mengumandangkan konsep memutar kedalam diri dari jung.Dalam usia 40-an,
banyak dari sampelnya yang merupakan lulusan Harvard mengabaikan “ kesibukan
pekerjaan mereka yang kompulsif dan tidak reflektif dan sekai lagi manjadi
penjelajah dunia di dalam diri” (1977).
Bernice
Neugarten ((1977) melihat kecenderungan introspektif yang serupa pada usia
paruh baya, yang di sebutnya sebagai interioritas
(interiority).
Bagi laki-laki,menurut
Levinson, peralihan ke masa dewasa tengah cukup membuat stres sehinga
bisa di sebut sebagai suatu “ krisis.”
Meskipun
publikasi penelitian kecil mengenai perempuan setelah Levinson (1996)
meninggal, modelnya dan model Vaillant di bangun pada penelitian kebanyakan
laki-laki kelas menengah atau kelas atas yang pengalamanya di anggap sebagai
norma.Lebih jauh lagi,berbagai hasil temuan mereka mencerminkan pengalaman
–pengalaman anggota dari cohort di dalam budaya tertentu.Mereka bisa saja tidak
berlaku dalam suatu masyarakat dimana kemaskulian dan kefeminiman tidak lagi
memiliki makna yang berbeda, dan dimana pengembangan karier dan pilihan hidup
bagi laki-laki dan perempuan menjadi lebih bervariasi dan fleksibel.Akhirnya
berbagai penelitian ini khusus menangani kaum heteroseksual dan bisa tidak
berlaku bagi kaum homoseks dan lesbian.
4.
Waktu
Peristiwa : Jam Sosial
Untuk
Cohort yang di jelaskan oleh tahap
penelitian normative dini, kemunculan dan waktu peristiwa besar cukup bisa di
ramalkan. Saat ini,gaya hidup lebih beragam, dan sebuah “ daur kehidupan yang
berubah-ubah telah di kaburkan oleh berbagai batasan masa dewasa tengah
(Neugarten & Neugarten,1987) dan “ menghapus definisi lama mengenai jam social
“ ( Josselson, 2003).
Ketika
kehidupan perempuan hanya berputar di sekitar melahirkan dan membesarkan anak ,
akhir masa –masa reproduksi memiliki makna yang berbeda dengan yang maknanya
saat ini,ketika banyak banyak perempuan usia paruh baya ( seperti Madeleine
Albright ) memasuki dunia kerja.
Ketika
orang-orang meninggal lebih dahulu, orang-orang usia paruh baya merasa dirinya
tua,menyadari bahwa mereka juga
mendekati akhir dari hidup mereka. Saat ini , banyak orang usia paruh
baya merasa dirinya lebih sibuk dan lebih terlibat di bandingkan sebelumnya
,beberapa masih membesarkan anak yang masih kecil, sementara lainnya
mendefinisikan kembali peran mereka
sebagai orangtua bagi remaja dan dewasa awal dan sering kali sebagai pengasuh
bagi ortu yang sudah lanjut usia.
B.
Perkembangan
Identitas : Berbagai Pendekatan
Teoritikal Saat Ini
Meskipun
Erikson menentukan pembentukan
identitas sebagai perhatian
utama masa remaja, ia memperhatikan bahwa
identitas terus berkembang. Bahkan ilmuwan perkembangan memandang proses
pembentukan identitas sebagai persoalan
inti dari masa dewasa ( Mc Adams & de St. Aubin, 1992). Kebanyakan orang
usia paruh baya memiliki kesadaran diri yang berkembang dengan baik ( Lachman
,2004). Mari kita melihat pada berbagai teori dan penelitian saat ini
mengenai perkembangan identitas , khususnya pada masa paruh baya.
1.
Susan
Kraus Whitbourne: Identitas sebagai
Proses
Asimilasi Identitas (identity assimilation)
merupakan sebuah upaya untuk menyesuaikan pengalaman baru ke dalam sebuah skema yang sudah ada ; Akomodasi identitas ( identity
accommodation) merupakan penyesuaian skema agar sesuai dengan pengalaman baru.
Asimilasi identitas cenderung menyebabkan perubahan yang di perlukan.Kebanyakan orang menggunakan
kedua proses ini pada kadar tertentu . Madeleine Albright, ketika di hadapakan
dengan bukti bahwa ia terlahir sebagai
Yahudi, mengakomodasi skema identitasnya untuk memasukan ke Yahudinya,
tetapi juga mengasimilasi pengetahuan barunya ke citra dirinya sebagai putri
orang tua yang saling mencintai , yang melakukan segalanya untuk melindungi
putrinya.
Keseimbangan
yang biasanya seorang capai antara asimilasi dan akomodasi menentukan gaya identitas ( Identity Stile ) yang
di milikinya.Seseorang yang lebih banyak menggunakan asimilasi dari pada akomodasi memiliki gaya identitas asimilatif. Seseorang
yang lebih banyak menggunakan akomodasi memiliki gaya
identitas akomodasi. Penggunaan yang berlebihan dari asimilasi dan
akomodasi tidaklah sehat, kata Whitbourne.Orang-orang yang selalu mengakomodasi
merupakan orang yang lemah,mudah goyah,dan sangat retan terhadap kritik ;
identitas mereka dengan mudah melemah.Yang paling sehat adalah gaya identitas yang seimbang,dimana identitas cukup fleksibel untuk berubah
ketika aman ,tetapi terstruktur sampai pada satu titik dimana setiap pengalaman
baru menyebabkan seseorang
mempertanyakan berbagai asumsi dasar mengenai diri mereka “ ( Whitbourne
& Cannolly, 1999 ).
Whitbourne melihat gaya identitas sebagaimana
terkait dengan status identitas dari Marcia, contohnya sebagai seseorang yang
telah mencapai identitas dalam istilah Marcia akan di harapkan memiliki gaya
identitas yang seimbang, sementara seseorang yang berada dalam penyangkalan
akan paling mungkin memiliki gaya asimilatif.
Menurut
Whitbourne,orang-orang berhadapan dengan berbagai perubahan fisik, mental, dan
emosional yang berhubungan dengan mulainya penuaan. Orang-orang yang asimilatif
berupaya mempertahankan citra diri muda dengan segala daya upaya. Orang-orang
yang akomodatif bisa melihat diri mereka mungkin secara premature sebagai orang
yang sudah tua dan bisa menjadi terobsesi dengan berbagai gejala penuaan dan
penyakit.
2.
Generativity
, Identitas ,dan Usia
Erikson
melihat generativity sebagai sebuah aspek pembentukan identitas.Dalam sebuah
penelitian Cross Sectional pada 333
perempuan, kebanyakan kulit putih lulusan University of Michigan, bagi mereka
yang dalam usia enam puluhan , “ kepastian yang meningkat mengenai identitas diri sendiri, tingkat generativity
yang paling tinggi, dan perasaan kekuatan percaya diri” berlangsung secara
bersamaan ( Zucker, Ostrove dan Stewart, 2002 ).
Dengan
menggunakan teknik-teknik seperti itu, para peneliti menemukan bahwa meskipun
usia tercapainya generativity pada individu bervariasi, orang-orang usia
paruh baya cenderung mendapatkan skor
yang lebih tinggi pada generativity di
bandingkan mereka yang lebih muda dan lebih tua ( Mc Adams, de St. Aubin,dan
Logan,1993; Keyes dan Ryff,1998; Stewart & Vandewater,1998 ) dan secara umum
perempuan melaporkan secara tingkat generativity
yang lebih tinggi di bandingkan dengan laki-laki. Pada lansia, kepedulian
generative laki-laki dan perempuan cenderung setara (Keyes & Ryff ,1998 ).
Bekerja
sukarela untuk layanan masyarakat atau tujuan politik merupakan ungkapan dari generativity komunal. Seperti teori
Erikson ramalkan ,penelitian MIDUS menemukan bahwa bekerja suka rela meningkat
antara masa dewasa yang sangat dini dan tengah.Kemudian sedikit menurun setelah usia 55 tahun dan meningkat kembali
setelah usia 65 tahun ( Hart Southerland, dan Atkins,2003 ). Sebuah penurunan
dalam tanggung jawab utama keluarga dan pekerjaan bisa membebaskan orang-orang
usia paruh baya dan yang lebih tua untuk mengungkapkan generativity dalam skala
yang lebih luas (Keyes & Ryff ,1998 ).Sebagaimana laki-laki dalam
sebuah penelitian hibah Vaillant ( 1993 ) mendekati dan berpindah menuju usia
paruh baya, proporsi yang meningkat dinilai talah mencapai generativity : 50
persen pada usia 40 tahun dan 83 persen pada usia 60 tahun.
Sebuah
analisis terhadap dua peneliian
longitudinal terhadap perempuan angkatan 1964 dari Radcliffe College dan
angkata 1967 dari UNIVERSITY of MICHIGAN menunjukkan bahwa, meskipun hasrat
untuk generativity cenderung bangkit pada masa dewasa awal, pencapaianya
dan kesadaran akan kemampuan untuk generativity
cenderung tiba pada masa paruh baya
( Stewat dan Vandewater, 1998).
Generativity
bias mengungkapkan dirinya sendiri
secara berbeda atau dengan waktu yang berbeda pada kaum homoseks dan
lesbian , yang bisa membina hubungan yang intim atau menjadi orang tua di
kemudian hari dari pada kaum heteroseksual yang biasanya memiliki atau tidak
bisa pernah memiliki pengalaman ini. Banyak orang homoseks dan lesbian
mengungkapkan generativity melalui aktifitas social (Cohler et al., 1998 ).
3.
Psikologi
Naratif : Identitas sebagai Kisah Hidup
Para
psikologi naratif tertarik dengan perkembangan diri disengaja yang di pandu
oleh tujuan jangka panjang yang mendukung
pertumbuhan pribadi. Berbagai tujuan pertumbuhan
rentang kehidupan ini mungkin bisa bersifat eksploratif ( ditujukan pada
pemahaman diri dan orang lain yang matang dan rumit ) atau intrinsic ( ditujukan pada kesejahteraan atau kebahagiaan ) atau
keduanya. Berbagai penelitian yang di dasarkan pada teknik naratif telah menemukan bahwa orang-orang yang matang
dan bahagia cenderung merencanakan masa depan mereka melalui tujuan pertumbuhan
yang relevan ( Bauer & Mc Adams,2004 ) dan menyusun berbagai kenangan
otobiografi mereka.orang-orang yang lebih tua cenderung lebih matang dan
puas dengan kehidupan mereka di
bandingkan dengan kehidupan orang-orang dewasa yang lebih muda, sebagian karena
mereka lebih cenderung menginterpretasikan berbagai kenangan mereka terkait
dengan pertumbuhan pribadi ( Bauer, Mc Adams,2004 dan Sakaeda,2005 ).
Orang
dewasa yang sangat generative sering kali menceritakan sebuah kisah komitmen
(Mc Adams et al.,1997).Biasanya
orang-orang seperti itu telah menikmati kehormatan hidup dan ingin meringankan
penderitaan orang lain. Mereka mengabdikan hidup mereka untuk perbaikan social
dan tidak melenceng dari misi itu meskipun terdapat halangan yang serius,yang
pada akhirnya memiliki hasil yang positif .Keteladanan moral mengatur kehidupan
mereka diseputar kisah komitmen tersebut ( Colby & Damon,1992 ).
4.
Identitas
Gender
Dalam
banyak penelitian selama tahun 1960-an, 1970-an dan 1980-an, laki-laki usia
paruh baya lebih terbuka mengenai perasaan mereka , lebih tertarik dalam
hubungan yang lebih intim ,dan lebih mengasuh karakteristik yang secara
tradisional dianggap feminism dari pada
masa-masa lebih dini , sementara usia paruh baya menjadi lebih asertif ,percaya
diri dan berorientasi pada prestasi ,karakteristik yang secara tradisional dianggap maskulin .Jung memandang berbagai
perubahan ini sebagai bagian dari proses individuasi , atau keseimbangan
kepribadian.
Peran
gender tradisional ,menurut Gutmann, berkembang untuk memastikan kesejahteraan
anak-anak yang sedang tumbuh .Sang ibu harus menjadi pengasuh ayah menjadi
penyedia. Sesudah masa pengasuh berakhir ,tidak hanya terjadi keseimbangan tetapi kebalikan peran suatu penyeberangan gender (Gender Crossover).Laki-laki sekarang
bebas menjelajahi sisi “ feminism yang
dulunya di tekan ,manjadi lebih pasif; perempuan menjadi lebih dominan dan
mandiri.
Dalam
masyarakat AS saat ini ,peran laki-laki dan perempuan menjadi kurang berbeda
.Mengasuh anak,ketika banyak laki-laki mengambil peran yang aktif dalam
mengasuh anak,dan ketika kehamilan tidak terjadi bahkan pada usia paruh baya,
penyeberangan gender pada usia paruh
baya melihat kecil kemungkinannya ( Antonucci & Akiyama,1997; Barnett,
1997; James & Lewkowicz,1997 ).
Sebuah
analisis data berurutan dari dua penelitian longitudinal yang bersama-sama mengikuti orang-orang
berusia 20,30,dan 40 tahun, kebanyakan laki-laki dan perempuan berpendidikan, selama lebih dari dua dawarsa,
menemukan perubahan terkait usia dalam hal kepribadian ,tetapi tidak ada
penyeberangan gender . Baik laki-laki maupun perempuan menjadi lebih makin
“maskulin “ (atau makin tidak “feminism”) selama usia dua puluhan ,tetapi tren
ini menjadi samapada usia empat puluhan.Terlepas dari usia tua cohort
,laki-laki tatap lebih “maskulin” dari pada perempuan.
Sementara
kebanyakan lulusan dari penelitian Mills merasa masa awal empat puluhan mereka
adalah masa yang kacau, pada usia lima puluhan mereka menilai kualitas hidup
mereka tinggi (Helson dan Wink,1992).Bagi
perempuan modern yang masa dewasa awalnya telah memiliki fokus yang kuat pada
karier, masa paruh baya bisa menjadi momentum untuk memperdalam atau kepedulian
terhadap kebutuhan akan perasaan (josselson,2003).
C.
KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS DAN
KESEHATAN MENTAL YANG POSITIF
Kesehatan mental bukan saja merupakan ketiadaan penyakit mental.
Kesehatan mental yang positif melibatkan suatau perasaan sejahtera dari sisin
psikologis, yang berjalan beriringan ddengan perasaan sehat(keyes dan saphiro,2004;ryff
dan singer,1998). Perasaan subjektif akan kesejahteraan, atau kebahagian,
,erupakan penilain seseorang akan kehidupannya (diener,2002), dan hal ini
cenderung ini meningkat di masa paruh baya (lachman,2004). Bagaimana peneliti
perkembangan menilai kesejahteraan, dan faktor-faktor apa saja yang
memengaruhi kesejahteraan di masa paruh
baya?
1.
EMOSI
Banyak penelitian, termasuk
survei MIDUS, menunjukan adanya penurunan secara bertahap dalam hal emosi
negatif, seperti marah, takut
dan gelisah, di masa paruh baya. Perempuan dalam penelitian MIDUS di laporkan lebih sedikit memiliki emosi negatif
di sepanjang rentan usianya, di bandingkan laki-laki (Mroczek, 2004).
Berdasarkan penelitian MIDUS, emosi positif (seperti, gembira) meningkat secara
rata-rata,
di antara laki-laki, tetapi menurun di antara perempuan pada usia paruh baya,
kemudian meningkat secara tajam di kedua jenis kelamin, tetapi khususnya laki-laki,
di masa dewasa akhir. Pola umum dalam hal emosi positif dan negatif mengarahkan
orang-orang pada usia paruh baya cenderung untuk belajar menerima apa yang
terjadi dalam hidup meraka (carstensen,pasutpathi,mayr,dan nesselroade,2000)
dan meregulasi emosi mereka secara efektif (lachman, 2004).
2. Kepuasan
hidup
Dalam
sejumlah survei di seluruh dunia dengan
berbagai teknik untuk mengakses kesejahteraan secara subjektif, kebanyakan
orang di seluruh rentang usia, seluruh jenis kelamin, dan seluruh Ras,
melaporkan merasa puas dengan hidup mereka (myers,2000;myers &diener
1995,1996;walker,skowronski & thomson, 2003). Satu alasan untuk temuan umum
mengenai kepuasan hidup ini adalah bahwa
emosi positif berkaitan dengan kenangan menyenangkan cenderung
bertahan,sementara perasan negtif berkaitan dengan kenangan tidak menyenangkan
memudar. Kebanyak orang memiliki keterampilan coping yang baik (walker at
al.,2003). Setelah peristiwa bahagia atau menyedihkan, seperti pernikahan atau
perceraian, mereka umumnya beradaptasi,dan kesejahteraan subjektif kembali ke,
atau mendekati, tingkat awal (Lucas at al.,2003;dienner 2000).
Dukungan
sosial –teman dan pasangan –dan faktor agama merupakan pemberi kontribusi
penting bagi kebahagian (Csikszenmihalyi, 1999;dienner 2000; myers,2000;). Begitu pula dengan dimensi
kepribadian tertentu-extraversion dan conscientiousness (mroczek & spiro,
2005; siegler dan brummett,2000)- serta kualitas pekerjaan dan waktu luang
(csikszenmihalyi, 1999; dienner, 2000;myers,2000).
Apakah kepuasan hidup berubah
seiring bertanbahnya usia? Dalam sebuah
penelitian longitudinal selama 22tahun terhadap 1. 927laki-laki, kebanyakan
menjalani tugas militer selama perang dunia kedua atau perang korea, kepuasam
hidup secra bertahap meningkat, memuncak pada usia 65tahun, dan kemudian secara
berlahan menurun. Namun demikian, sekali lagi, terdapat perbedaan individual
yang signifikan (mroczek & spiro, 2005).
3.
CAROLRYF : Dimensi kesejahteraan
yang majemuk
Carolryf dan rekan-rekan
sejawatnya (keyes & ryyf ,1999;ryyf,1995;ryyf dan singer,1998), mendasari
dari cakupan para ahli teori seperti erikson sampai maslow, telah mengembangkan
sebuah model yang mencakup enam dimensi kesejahteraan dan sebuah skala lapor
diri, ryff wll-being inventory (ryyf & keyes, 1995) , untuk mengukur enam
dimensi tersebut. Enam dimensi itu adalah penerimaan diri (self-accettance)
hubungan positif dengan orang lain (positive relation with others), otonomi
(autonomy) , penguasaan lingkungan (environmental mastery), tujuan hidup
(purpose in life), dan pertumbuhan pribadi (personal growth).
Serangkaian penilitian
cross-sextioanal yang menggunakan skala dari ryyf telah menunjukkan bahwa masa
paruh baya sebagai masa yang umum nya memiliki kesehatan mental yang positif
(ryyf & singer,1998). Orang-orang berusia paruh baya memiliki kesejahteraan
yang llebih besar di banding kan orang dewasa yang lebih tua aray lebih muda
dalam beberapa bidang,tetapi [ada bidang yang lain.
Mereka lebih memiliki otonomi di
banding kan orang dewasa yang lebih muda, tetapi agak kurang bertujuan dan
kurang fokus pada pertumbuhan pribadi dimensi orientasi masa depan yang
menurunkan bahkan lebih tajam pada masa
dewasa akhir. Pada
sisi yang lain, penguasaan lingkungan meningkat antara sua setengah dan
akhir. Penerimaan diri relatif stabil
untuk semua kelompok usia. Tentu saja, karena penentuan ini bersifat
cros-sectional, kita tidak menegtahui apakah perbedaan di karenakan faktor
kematangan, penuaan,atau cohort. Secara keseluruhan, kesejahteraan laki-laki
dan perempuan cukup serupa, tetapi perempuan lebih bahyak memiliki hubungan
sosial yang positif (ryyf & singer , 1998).
4.
KESEJAHTERAAN SOSIAL
Kesejahteraan sosial-kualitas
hubungan dengan orang lain, lingkungan sekitar, dan masyarakat yang di laporkan
sendiri oleh seseorang merupakan aspek
lesehatan mental yang relatif tidak terkaji. Satu tim penelitian (keyes &
shapiro, 2004). Melihat pada lima dimensi kesejahteraan sosial dalam sampel
MIDUS: 1. Aktualisasi sosial, keyakinan pada potensi masyarakat untuk
berkembang kearah yang positif; 2. Koherensi sosial, memandang dunia sebagai
dapat di pahami, logis dan dapat di lemahkan, 3. Integrasi sosial, ,erasa
sebagai bagian dari komunitas yang sportif 4. Penerimaan sosial, memiliki sikap
positif dan menerima terhadap orang lain; dan 5.kontribusi sosial, meyakini
bahwa seseorang , memiliki sesuatu yang berharga untuk di berikan kepada
masyarakat.
Berbagai jawaban survei
menunjukkan bahwa mayoritas orang dewasa A.S memiliki tingkat kesejahteraan
sosial yang sedang bsampai tinggi, tetapi minoritas yang substansial, memiliki kesejahteraan
sosial yang sangat rendah. Secara keseluruhan, kesejahteraaan sosial paling
tinggi di antara laki-laki, orang-orang dengan status pekerjaan yang tinggi dan
orang-orang yang menikah atau tidak pernah menikah. Kesejahteraan sosial paling
rendah diantara perempuan, mereka dengan status pekerjaan yang rendah, dan
mereka yang pernah menikah, cenderung memiliki status pekerjaan yang rendah.
5.
Generativity sebagai satu faktor
penyesuaian dan kesejahteraan psikososial
Generativity , menurut erikson,
merupakam ‘sebuah tanda kematangan psikologis dan kesehatan psikologis” (Mc
Adams, 2001) generativity muncul sebagai keunggulan yang menentukan penyusuaian
psikososial pada masa paruh baya, menurut erikson, karena berbagai peran dan
tantangan pada masa ini- tuntutan pekerjaan dan keluarga-menuntut respon yang
generatif.
Generativity, kemudian, bisa
berasal dan keterlibatan dalam berbagai peran-sebagai kepala keluarga dan
pemimpin dalam organisasi dan masyarakat (staudinger & bluck, 2001).
Keterlibatan seperti itu telah dikaitkan dengan kesejahteraan dan kepuasan
dalam masa paruh baya (Mcadams,2001) dan dalam kehidupan mendatang (sheldon
& kasser,2001; Vandewater, ostrove, dan stewart,1997),mungkin melalui
kesadaran telah berkontribusi secara bermakna kepada masyarakat. Namun
demikian, karena sebagai temuan ini bersifat korelasional, kita tidak dapat
yakin bahwa generativity menyebabkan kesejahteraan; mungkin orang-orang yang
bahagia dengan hidupnya lebih mungkin menjadi generatif (McAdams, 2001).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam istilah psikososial, masa dewasa tengah pernah
di anggap sebagai masa yang relatif menetap. Freud (1906/1942) memandang tidak
ada gunanya psikoterapi bagi orang-orang
yang berusia 50 tahun keatas karena ia meyakini kepribadian telah terbentuk
secara permanen pada usia tersebut.
Para ahli teori humanistic seperti Maslow dan Rogers
memandang masa paruh baya sebagai sebuah kesempatan untuk perubahan positif.
Carl Jung memandang bahwa laki-laki dan perempuan pada masa paruh baya
mengungkapkan aspek kepribadian yang sebelumnya di tekan. Dua tugas penting
adalah menyerahkan citra masa muda dan mengakui kefanaan. Sementara menurut
Erikson dewasa tengah berapa pada tahapan psikososial ketujuh yaitu generativity versus stagnation.
Generativity dapat diungkapkan melalui pengasuhan dan menjadi
kakek-nenek,mengajar atau menjadi mentor.
Berbagai persoalan dan tema psikososial yang penting
selama masa dewasa tengah berkaitan dengan kehadiran krisis paruh
baya,perkembangan identitas,dan kesejahteraan social.penelitian tidak mendukung
krisi paruh baya normative. Lebih akurat untuk mengacu pada sebuah transisi
yang sering kali melibatkan pengkajian ulang masa paruh baya,yang mungkin
menjadi titik balik psikologis. Psikologi naratif menggambarkan perkembangan
identitas sebagai proses mengkonstruksi kisah hidup yang telah
berkesinambungan. Penelitian yang terbatas pada kesejahteraan social menyatakan
bahwa kesejahteraan social cenderung tinggi pada masa paruh baya,tetapi sangat
rendah di antara kaum minoritas yang substansial.
DAFTAR
PUSTAKA
Diane
E.Papalia,Sally Wendkos Olds, dan Ruth Duskin Feldman..Human Development,Jakarta : Salemba Humanika.
No comments:
Post a Comment