Salam yang Benar

Salam yang Benar
Semoga Bermanfaat

Saturday, February 13, 2016

Terapi Gestalt

BAB I

PENDAHULUAN

Terapi Gestalt yang dikembangkan oleh Frederick Perls adalah bentuk terapi eksistensial yang berpijak pada premis bahwa individu-individu harus menemukan jalan hidupnya sendiri dan menerima tanggung jawab pribadi jika mereka berharap mencapai kematangan. Karena bekerja terutama di atas prinsip kesadaran, terapi Gestalt berfokus pada apa dan bagaimana-nya tingkah laku dan pengalaman di sini-dan-sekarang dengan memadukan bagian-bagian kepribadian yang terpecah dan tak diketahui.
Asumsi dasar terapi Gestalt adalah bahwa individu-individu mampu menangani sendiri masalah-masalah hidupnya secara efektif. Tugas utama terapis adalah membantu klien agar mengalami sepenuhnya keberadaannya di sini dan sekarang dengan menyadarkannya atas tindakannya mencegah diri sendiri merasakan dan mengalami saat sekarang. Oleh karena itu, terapi Gestalt pada dasarnya noninterpretatif dan sedapat mungkin, klien menyelenggarakan terapi sendiri. Mereka membuat penafsiran-penafsirannya sendiri, menciptakan pertanyaan-pertanyaannya sendiri, dan menemukan makna-maknanya sendiri. Akhirnya, klien didorong untuk langsung mengalami perjuangan di sini-dan-sekarang terhadap urusan yang tak selesai di masa lampau. Dengan mengalami konflik-konflik, meskipun hanya membicarakannya, klien lambat laun bisa memperluas kesadarannya.







BAB II
PEMBAHASAN
A.    Konsep-konsep Utama
1.      Pandangan Tentang Sifat Manusia
Pandangan Gestalt tentang manusia berakar pada filsafat eksistensial dan fenomenologi. Pandangan ini menekankan konsep-konsep seperti perluasan kesadaran, penerimaan tanggung jawab pribadi, kesatuan pribadi, dan mengalami cara-cara yang menghambat kesadaran. Dalam terapinya, pendekatan Gestalt berfokus pada pemulihan kesadaran serta pada pemaduan polaritas-polaritas dan dikotomi-dikotomi dalam diri.
Pandangan Gestalt adalah bahwa individu memiliki kesanggupan memikul tanggung jawab pribadi dan hidup sepenuhnya sebagai pribadi yang terpadu. Terapi menyajikan intervensi dan tantangan yang diperlukan, yang bisa membantu individu memperoleh pengetahuan dan kesadaran sambil melangkah menuju pemanduan dan pertumbuhan.
2.      Saat Sekarang
Salah satu sumbangan utama dari terapi Gestalt adalah penekanannya pada di sini-dan-sekarang serta pada belajar menghargai dan mengalami sepenuhnya saat sekarang. Berfokus pada masa lampau dianggap sebagai suatu cara untuk menghindari tindakan mengalami saat sekarang sepenuhnya.
Bagi banyak orang, saat sekarang kehilangan kekuatannya; mereka menghabiskan energi untuk meratapi kekeliruan-kekeliruan di masa lampau dan mengangankan kehidupan yang berbeda atau terlibat dalam penetapan-penetapan dan rencana-rencana masa depan yang tak berkesudahan alih-alih ber-"ada" pada saat sekarang. Karena mereka mengarahkan energi menuju apa yang pernah dan apa yang mungkin akan terjadi, kesanggupan mereka untuk memanfaatkan kekuatan saat sekarang menjadi berkurang.
Menurut Perls, jika individu-individu menyimpang dari saat sekarang dan menjadi terlalu terpaku pada masa depan, maka mereka mengalami kecemasan. Dalam memikirkan masa depan, mereka boleh jadi mengalami "tahap yang menakutkan", yakni mereka dirasuki oleh "pengharapan-pengharapan katastrofik atas berbagai hal buruk yang akan terjadi atau oleh pengharapan-pengharapan anastrofil mengenai berbagai hal yang menakjubkan yang akan timbul". Mereka berusaha menutup kesenjangan antara saat sekarang dan hari kemudian dengan resolusi-resolusi, rencana-rencana, dan visi-visi alih-alih hidup pada saat sekarang.
Guna membantu klien untuk membuat kontak dengan saat sekarang, terapis lebih suka mengajukan pertanyaan-pertanyaan "apa" dan "bagaimana" ketimbang "mengapa". Dalam rangka meningkatkan kesadaran atas "saat sekarang", terapis melakukan dialog dalam kala kini (present tense). Menurut Perls, pertanyaan- pertanyaan "mengapa" hanya akan mengarah pada rasionalisasi- rasionalisasi dan "penipuan-penipuan diri" serta menjauhkan individu dari kesegeraan mengalami. Pertanyaan-pertanyaan "mengapa" juga mengarah kepada pemikiran yang tak berkesudahan tentang masa lampau yang hanya akan membangkitkan penolakan terhadap saat sekarang.
Terapis Gestalt secara aktif menunjukkan bagaimana klien bisa dengan mudah lari dari saat sekarang dan memasuki masa lampau atau masa depan. Sasaran Perls adalah membantu orang-orang membuat hubungan dengan pengalaman-pengalaman mereka secara jelas dan segera ketimbang semata-mata berbicara tentang pengalaman-pengalaman itu. Jadi, jika klien mulai bicara tentang kesedihan, kesakitan, atau kebingungan, terapis membuat usaha-usaha agar klien mengalami kesedihan, kesakitan, atau kebingungan itu sekarang. Pembicaraan tentang masalah hanya akan menjadi suatu permainan kata tak berakhir yang menjurus pada diskusi dan eksplorasi yang tidak produktif atas makna-makna yang tersembunyi. Itu adalah salah satu cara menolak pertumbuhan, juga suatu cara untuk menipu diri sendiri. Untuk mengurangi bahaya penipuan diri itu, terapis berusaha mengintensifkan dan memperkuat perasaan-perasaan tertentu.
Tidaklah tepat mengatakan bahwa para terapis Gestalt tidak menaruh perhatian pada masa lampau individu. Masa lampau itu penting apabila dengan cara tertentu berkaitan dengan tema-tema yang signifikan yang terdapat pada fungsi individu saat sekarang. Apabila masa lampau memiliki kaitan yang signifikan dengan sikap-sikap atau tingkah laku individu sekarang, maka masa lampau itu ditangani dengan membawanya ke saat sekarang sebanyak mungkin. Jadi, apabila klien bicara tentang masa lampaunya, maka terapis meminta klien agar membawa masa lampaunya itu ke saat sekarang dengan menjalaninya kembali seakan-akan masa lampau itu hadir pada saat sekarang.
Perls yakin bahwa orang-orang cenderung bergantung pada masa lampau untuk membenarkan ketidaksediaanya memikul tanggungjawab atas dirinya sendiri dan atas pertumbuhannya. Mereka melakukan permainan menyalahkan guna mengesampingka tanggungjawab. Perls melihat sebagian besar orang mendapat kesulitan untuk tinggal pada saat sekarang. Mereka terperangkap dalam pusaran dengan membuat resolusi-resolusi dan merasionalisasi keadaan setengah mati yang mereka jalani. Mereka lebih suka melakukan sesuatu yang lain daripada menjadi sadar betapa mereka telah mencegah diri sendiri menjalani hidup sepenuhnya.
3.      Urusan yang Tak Selesai
Dalam terapi Gestalt terdapat konsep tentang urusan yang tak selesai, yakni mencakup perasaan-perasaan yang tak terungkapkan. Meskipun tidak bisa diungkapkan, perasaan-perasaan itu diasosiasikan dengan ingatan-ingatan dan fantasi-fantasi tertentu. Karena tidak terungkapkan di dalam kesadaran, perasaan-perasaan itu tetap tinggal pada latar belakang dan dibawa kepada kehidupan sekarang dengan cara-cara yang menghambat hubungan yang efektif dengan dirinya sendiri dan dengan orang lain. Urusan yang tak selesai itu akan bertahan sampai ia menghadapi dan menangani perasaan-perasaan yang tak terungkapkan itu.
Bagaimana urusan yang tak selesai menghambat kreativitas dan spontanitas individu, diuraikan oleh Polster dan Polster sebagai berikut.
Bilamana urusan yang tak selesai membentuk pusat keberadaan seseorang, maka semangat pemikiran orang itu menjadi terhambat. Idealnya, orang yang tak terhambat memiliki kebebasan untuk terlibat secara spontan dengan apa saja yang diminatinya sampai minatnya itu terpuaskan dan sessuatu yang lain mengundang perhatiannya. Itu adalah suatu proses yang alamiah. Orang yang hidup menurut irama ini merasa dirinya luwes, terbuka, dan efektif.
Menurut Polster dan Polster, terdapat dua kutub penghalang yang menghambat proses. Yang satu adalah obsesi atau kompulsi yang mengarah pada suatu kebutuhan yang kaku untuk menyelesaikan urusan yang tak selesai. Yang lainnya adalah pengalaman belalang yang fokusnya begitu cepat berlalu sehingga penyelesaiannya menjadi terhambat.
Perasaan-perasaan yang tak diketahui menghasilkan sisa emosi yang tak perlu, yang mengacaukan kesadaran yang terpusat pada saat sekarang. Menurut Perls, rasa sesal atau dendam paling sering menjadi sumber dan menjadi bentuk urusan tak selesai yang paling buruk. Dalam pandangan Perls, rasa sesal menjadikan individu terpaku. Jadi, menurut Perls, pengungkapan rasa sesal itu merupakan suatu keharusan. Rasa sesal yang tidak terungkapkan acap kali berubah menjadi perasaan berdosa. Saran Perls adalah, "Bilamana Anda merasa berdosa, temukan dan ungkapkan rasa sesal Anda, dan usahakan agar tuntutan-tuntutan Anda menjadi jelas." 
  1. Proses Terapeutik
1.      Tujuan-tujuan Terapi
Terapi Gestalt memiliki beberapa sasaran penting yang berbeda. Sasaran dasarnya adalah menantang klien agar berpindah dari “didukung oleh lingkungan’ kepada ‘didukung oleh diri sendiri’. Menurut Perls sasaran terapi adalah menjadikan pasien tidak bergantung pada orang lain, menjadikan pasien menemukan sejak awal bahwa dia bisa melakukan banyak hal, lebih dari pada yang di kiranya.
Perls menyatakan bahwa jika kita menemukan betapa kita mencegah diri sendiri merealisasikan potensi kita sebagai manusia secara penuh, maka kita memiliki cara untuk membuat hidup lebih kaya. Teori ini berlandaskan sikap hidup setiap saat. Dengan demikian, tujuan utama terapi adalah membantu klien agar menjalani hidup lebih penuh.
Tujuan terapi Gestalt bukanlah penyesuaian terhadap masyarakat. Perls mengingatkan bahwa kepribadian dasar zaman kita adalah neurotic sebab, menurut keyakinannya, kita hidup di masyarakat yang tidak sehat. Tujuan terapi selanjutnya adalah membantu klien agar menemukan pusat dirinya. Perls mengatakan, “jika lagi”, maka apapun yang lewat akan diasimilasi oleh anda, anda bisa memehaminya dan anda berhubungan dengan apapun yang terjadi.
Sasaran utama terapi Gestalt adalah pencapaian kesadaran. Kesadaran dengan dan pada dirinya sendiri; dipandang kuratif. Tanpa kesadaran, klien tidak memiliki alat untuk mengubah kepribadianya. Dengan kesadaran klien memiliki kesanggupan untuk menghadapi dan menerima bagian-bagian keberadaan yang diingkarinya serta untuk berhubungan dengan pengalaman-pengalaman subjektif dan dengan kenyataan.
2.      Fungsi dan Peran Terapis
Terapi gestalt difokuskan pada perasaan-perasaan klien, kesadaran atas saat sekarang, pesan-pesan tubuh, dan penghambat-penghambat kesadaran. Ajaran Perls adalah”kosongkan pikiran anda dan capailah kesadaran.”
Menurut Perls, terapi Gestalt berhubungan dengan hal yang jelas. Dan tidak melihat bisul di hidungnya sendiri,demikian menurut perls tugas terapis adalah menantang klien. Dengan cara ini, klien belajar menggunakan kesadarannya secara penuh. Terapi Gestalt menggunakan mata  dan telinga terapis untuk menyangga saat sekarang. Terapis menghindari intelektualisasi abstrak, diagnosis, penafsiran, dan ucapan yang berlebihan.
Meskipun berurusan dengan hal yang jelas,  kebersahajaan terapi Gestalt jangan diartikan bahwa tugas terapis Gestalt adalah tugas yang mudah. Menurut penelitian penulis, salah satu kelemahan terapi Gestalt adalah bahwa terapis bisa tergelincir ke dalam peran teknis dan impersonal.
Pengembangan berbagai siasat Gestalt adalah suatu hal yang mudah. Akan terapi, penggunaan teknik-teknik dengan cara mekanis adalah cara lain yang mendorong klien untuk meneruskan kehidupannya yang tidak otentik.
Polster dan polster (1973) membahas konsep tentang “terapis sebagai instrumennya sendiri”. Sama halnya dengan para seniman yang perlu mempunyai hubungan dengan apa yang dilukisnya, terapis adalah “partisipan artistic dalam penciptaan suatu hidup baru’. Polster dan polster menganjurkan kepada para terapis untuk menggunakan pengalamannya sendiri sebagai bahan yang esensial dalam proses terapi. Menurut mereka, terapis bukanlah semata-mata responder, pemberi umpan balik, atau katalisator yang tidak mengubah diri sendiri. Data dari pertemuan terapeutik berlandaskan pengalaman-pengalaman timbal balik di antara klien dan terapis. Jika terapis ingin berfungsi secara efektif, maka dia harus selaras baik dengan kliennya maupun dengan dirinya sendiri. Jadi terapi adalah keterlibatan dua arah di atas landasan aku kamu yang sejati. Yang berubah bukan hanya klien, melainkan juga terapis.
Bagaiman terapi Gestalt dijalankan,dan apa fungsi-fungsi terapis dalam proses terapeutik? Pertama-pertama perls menyatakan bahwa sasaran terapis adalah kematangan klien dan pembongkaran,”hambatan-hambatan yang mengurangi kemampuan klien berdiri di atas kaki sendiri,” tugas terapis adalah membantu klien dalam melaksanakan peralihan dari dukungan eksternal kepada dukungan internal dengan menentukan letak jalan buntu.  Jalan buntu adalah titik tempat individu menghindari mengalami perasaan-perasaan yang mengancam karena dia merasa tidak nyaman. Jalan buntu adalah penolakan terhadap langkah menghadapi diri sendiri dan perubahan.
Pada jalan buntu, klien berusaha mengelak dari lingkungannya dengan memainkan peran-peran palsu sebagai orang yang lemah, tak berdaya,bodoh dabn tolol. Tugas terapis adalah membantu klien untuk menembus jalan buntu sehingga pertumbuhan bisa terjadi. Itu adalah suatu tugas yang sulit, sebab klien pada titik jalan buntu percaya bahwa dirinya tidak memiliki kesempatan mempertahankan kelangsungan hidup dan bahwa dia tidak ingin menemukan cara-car untuk mempertahankan kelangsungan hidup.
Perls mengemukakan bahwa cara untuk menghindari manipulasi yang mungkin dilakukan klien adalah membiarkan klien menemukan sendiri potensi-potensinya yang hilang. Klien menggunakan terapis sebagai “layar proyeksi” dan memandang terapis sebagai pemberi apa-apa yang hilang dari dirinya. Perls menyatakan bahwa semua orang memiliki “ lubang “ dalam kepribadiannya, lubang itu boleh jadi mengcakup penyerahan mata dan telinga sendiri; dia lebih suka meminta orang lain agar melihat dan mendengar untuk dirinya dibandingkan melihat dan mendengar sendiri.
Menurut Perls lubang-lubang itu terlihat jelas. Tugas terapis kemudian adalah menyajikan situasi yang menunjang pertumbuhan dengan jalan mengonfrontasikan klien kepada titik tempat dia menghadapi suatu putusan apakah akan atau akan mengembangkan potensi-potensinya. Frustasi menghasilkan penemuan fantasi. Klien meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia tidak  memiliki sumber-sumber yang patut digali.
Suatu fungsi yang penting dari terapis Gestalt adalah memberikan perhatian pada bahasa tubuh kliennya, isyarat-isyarat nonverbal dari klien menghasilkan informasi yang kaya bagi terapis, sebab isyarat-isyarat itu sering “menghianati” perasaan-perasaan klien, yang sendiri tidak menyadarinya.
Pengalaman klien dalam terapi
Perls (1969a) mengungkapkan sikap skeptisnya tentang orang-orang  yang mendatangi terapi dan menunjukan bahwa tidak begitu banyak orang yang sungguh-sungguh bersedia bekerja keras guna mencapai perubahan. Meskipun Perls tampak pesimistis, tidak semua klien hanya mengiginkan “perubahan  neurosis”. Para klien dalam pengalaman terapi Gestalt memutuskan sendiri apa yang mereka inginkan dan berapa banyak yang mereka inginkan.
Peringatan Perls dapat digunakan dalam mengonfrontasikan para klien guna membantu mereka menguji beberapa besar perubahan yang diingan oleh mereka. Jadi salah satu tanggung jawaab yang paling pertama harus ditunaikan oleh klien adalah menetapkan apa yang diingan mereka dari terapi. Jika klien menyatakan bahwa mereka bingung dan tidak tahu, atau jika klien mengharapkan terapislah yang akan menetapkan tujuan-tujuan, maka inilah tempat terapis untuk mulai bekerja. Terapis bersama klien bisa mnegeksplorasi penghidaran klien dari tanggung jawaab ini. Terapis mengonfrontasikan kliennya dengan cara-caraa mereka sekarang menghindari anggung jawab mereka sertameminta mereka agar membuat ptusan-putusan tentang kelanjutan terapi.
3.      Hubungan antara Terapis dan Klien
Sebagai terapis eksistensial, praktek terapi Gestalt yang efektif melibatkan hubungan pribadi antara terpis dan klien. Pengalaman-pengalaman kesadaran dan persepsi-persepsi terapis menjadi latar belakang, sementara kesadaran dan reaksi-reaksi klien membentuk bagian muka proses terapi. Yang penting adalah terapi secara aktif berbagi persepsi-persepsi dan pengalaman-pengalaman saat sekarang seketika dia menghadapi klien disini dan sekarang. Terapis bersama klien perlu mengeksplorasi ketakutan-ketakutan, pengharapan-pengharapan  katastrofik, penghambatan-penghambatan, dan penolakan-penolakan klien.
Perls (1969a), Polster dan Polster (1973), dan Kempler(1973)  semuanya menekankan pentingnya kepribadian terapis, tidak hanya teknik-teknik yang mereka miliki, sebagai bahan vital dalam proses terapi, Perls menentang orang-orang yang menggunakan teknik-teknik sebagai muslihat  yang menghambat pertumbuhan klien dan menjadi merk “terapi palsu”. Polster dan Polster memperingatkan bahwa jika terapis mengabaikan kualitas-kualitas peribadinya sebagai instrumen dalam terapi, maka dia hanya akan menjadi seorang teknisi. Mereka juga menganjurkan terapis untuk membangkitkan spontanitas diri dan menggunakan hubungan dengan klien sebagai teknik terapeutik. Kempler menyebut hbungan dengan klien yang actual antara klien dan terapis sebagai inti dari proses terapeutik. Ia menentang “ penggunaan taktik-taktik  yang bisa menyembuyikan identitas nyata dari terapis di hadapan klienya”.  Kempler juga menyebutkan bahwa teknik-teknik sering menjadi alat bantu yang bernilai bagi proses terapeutik, tetapi ia menekankan  proses hubungan terapis daan klien dengan alasan bahwa kualitas hubungan terapis dan klien itu menentukan apa yang terjadi pada keduanya.
  1. Penerapan : Teknik-teknik dan Prosedur Terapeutik
1.      Teknik-teknik Terapi Gestalt
Di depan telah disebutkan bahwa terapi Gestalt adalah lebih dari sekedar sekumpulan teknik atau “permainan-permainan”. Apabila interaksi pribadi antara terapis dan klien merupakan inti dari proses terapeutik, teknik-teknik bisa berguna sebagai alat untuk membantu klien guna memperoleh kesadaran yang lebih penuh, mengalami konflik-konflik internal, menyelesaikan inkonsistensi-inkonsistensi dan dikotomi-dikotomi, dan menembus jalan buntu yang menghambat penyelesaian urusan yang tak selesai. Teknik-teknik dalam terapi Gestalt digunakan sesuai dengan gaya pribadi terapis.
Levitsky dan Perls menyajikan suatu uraian ringkas tentang sejumlah permainan yang bisa digunakan dalam terapi Gestalt, yang mencakup :
a.              Permainan-permainan dialog,
b.             Membuat lingkaran,
c.              Urusan yang tak selesai
d.             “saya memikul tanggung jawab”,
e.              “saya memiliki suatu rahasia”,
f.              Bermain proyeksi,
g.             Pembalikan,
h.             Irama kontak dan penarikan,
i.               “ulangan”,
j.               “melebih-lebihkan”,
k.             “bolehkah saya memberimu sebuah kalimat?”
l.               Permainan-permainan konseling perkawinan, dan
m.           “bisakah anda tetap dengan perasaan ini?”
Pembahasan teknik-teknik terapi Gestalt berikut berdasarkan uraian permainan-permainan dari Levitsky dan Perls dengan modifikasi bahan dan tambahan petunjuk-petunjuk dari penulis untuk pelaksanaannya.
Ø Permainan Dialog
Salah satu tujuan dari terapi Gestalt adalah mengusahakan fungsi yang terpadu dan penerimaan atas aspek-aspek kepribadian yang dicoba dibuang atau diingkari. Terapis Gestalt menaruh perhatian yang besar pada pemisahan dalam fungsi kepribadian. Yang palig utama adalah pemisahan antara “top dog” dan “underdog”. Terapi sering difokuskan pada pertentangan antara top dong dan underdog itu.
Top dog itu adil, otoriter, moralistik, menuntut, berlaku sebagai majikan, manipulatif. Ia adalah “orang tua” yang kritis yang mengusik dengan kata-kata “harus “ dan “sewajibnya” serta memanipulasi dengan ancaman-ancaman bencana. Sedangkan underdog memanipulasi dengan memainkann peran sebagai korban,defensif, membela diri, tak berdaya, lemah, dan tak berkekuasaan. Ia adalah sisi pasif, tanpa tanggung jawab, dan ingin dimaklumi. Top dog dan underdog terlibat dalam pertarungan yang tak berkesudahan untuk memperoleh kendali. Pertarungan itu bisa membantu menerangkan, mengapa resolusi-resolusi dan janji-janjisering tidak terlaksana dan mengapa kelambanan menjadi menetap. Top dog dan tiran menuntut seseorang untuk begini, sementara underdog dengan sikap menantang memainkan peran sebagai anak yang bandel. Sebagai akibat dari pertarungan untuk memperoleh kendali itu, individu menjadi terpecah ke dalam situasi sebagai pengendali sekaligus sebagai yang dikendalikan. Perang saudara anatara dua sisi tersebut tidak pernah sepenuhnya berakhir, sebab kedua sisi berjuang demi keberadaannya.
Konflik antara dua sisi kepribadian yang berlawanan itu berakar pada mekanisme introyeksi yang melibatkan penggabungan aspek-aspek dari orang lain, biasanya orang tua, kedalam sistem ego individu. Perls menunjukan bahwa pengambilan nilai-nilai dan sifat-sifat orang lain itu perlu diharapkan. Akan tetapi, ada bahayanya apabila seseorang menerima seluruh nilai orang lain secara tidak kritis. Yakni menyebabkan orang itu sulit untuk menjadi pribadi yang otonom. Adalah suatu hal yang esensial bahwa orang menyadarai introyeksinya, terutama introyeksi beracun yang dapat meracuni sistem dan menghambat integrasi kepribadian.
Terdapat banyak contoh konflik umum yang bisa digunakan pada permainan dialog. Diantaranya yang terbukti oleh penulis bisa digunakan adalah: (1) sisi orang tua lawan sisi anak, (2) sisi yang bertanggung jawab lawan sisi yang impulsif, (3) sisi yang puritan lawan sisi yan sexy, (4) “anak baik”lawan “anak nakal”, (5) diri yang agresif lawan diri yang pasif, dan (6) sisi yang otonom lawan sisi yang marah. Teknik permainan dialog dapat digunakan baik dalam konseling individual maupun dalam konseling kelompok.
Ø   Berkeliling
Berkeliling adalah suatu latian terapi Gestalt di mana klien diminta untuk berkeliling ke anggota-anggota kelomponya dan berbicara atau melakukan sesuatu dengan setiap anggota itu. Maksud teknik ini adalah untuk mengahdapi, memberanikan dan menyikapkan diri, bereksperimen dengan tingkah laku yang baru, serta tumbuh dan berubah. Penulis pernah menggunakan teknik ini ketika mengamati bahwa sesorang partisipan perlu menghadapi setiap anggota dalam kelompoknya dengan suatu tema.
Ø   Bermain Proyeksi
Dinamika proyeksi terdiri atas seseorang melihat pada orang lain hal-hal yang justru ia tidak mau melihatnya dan menerimanya pada dirinya sendiri. Orang bisa menguras banyak energi untuk mengingkari perasaan-perasaannya sendiri unutk mengalihkan motif-motif dirinya pada orang lain. Acap kali, terutama dalam setting kelompok, pernyataan-pernyataan seseorang tentang orang lain sebenarnya adalah proyeksi dari atribut-atribut yang dimilikinya.
Dalam permainan “bermain proyeksi”, terapis meminta kepada klien yang mengatakan “saya tidak bisa mempercayaimu” untuk memainkan peran sebagai orang yang tidak bisa menaruh kepercayaan guna menyikapkan sejauh mana ketidakpercayaan itu menjadi konflik dalam dirinya. Dengan perkataan lain, terapis meminta klien untuk “mencoba” pernyataan-pernyataan tertentu yang ditujukan kepada orang lain dalam kelompok.
Ø   Teknik Pembalikan
Gejala-gejala dan tingkah laku tertentu seringkalimerepresikan pembalikan impuls-impuls yang mendasari atau yang laten. Jadi, terapis bisa meminta klien yang mengaku menderita inhibisi-inhibisi yang kuat dan raa malu yang berlebihan agar memainkan peran sebagai seoranf ekshibisionis dalam kelompok. Penulis ingat akan seorang wanita yang “teramat sopan” di dalam salah satu kelompok yang mengalami kesulitan utnuk berbuat segala sesuatu kecuali menampilkan diri sebagai orang yang manis. Penulis memintakepada klien untuk mebalikkan gayanya yang khas dan untuk menjadi segenit-genitnya. Pembalikan berlangsung dengan baik; dengan segera klien memainkan bagian dirinya dengan senang, dan kemudian dia mampu mengakui dan menerima “sisi genit”-nya maupun “sisi nyonya yang sopan”-nya dengan baik.
Teknik yang melandasi teknik pembalikan adalah teori bahwa klien terjun kedalam sesuatu yang ditakutinya karena dianggap bisa menimbulkan kesemasan, dan menjalin hubungan dengan bagian-bagian diri yang telah ditekan atau diingkarinya. Oleh karena itu, teknik ini bisa membantu para klien untuk mulai menerima atribut-atribut pribadinya yang telah dicoba diingkarinya.
Ø   Permainan Ulangan
Menurut Perls, banyak pemikirna kita yang merupakan pengulangn. Dalam fantasi, kita mengulang-ulang peran yang kita anggap masyarakat mengharapkan kita memainkannya. Ketika tiba saat menampilkannya, kita mengalami demam panggung atau kecemasan, yakni ketika kita takut tidak mampu memainkan prn kita itu tidak baik. Pengulangan internal menghabiskan banyak energi serta acapkali menghambat spontanitas dan kesediaan kita untuk bereksperimen dengan tingkah laku baru.
Para anggota kelompok terapi melakukan permainan berbagai pengulangan satu sama lain dalam upaya meningkatkan kesadaran atas pengulangan-pengulangan yang dilakukan oleh mereka dalam memenuhi tuntutan memainkan peran-peran sosial. Mereka menjadi lebih sadar betapa mereka selalu mencoba memenuhi pengharapan-pengharapan orang lain, sadar atas seberapa besar derajat keinginan mereka untuk disetujui, diterima, dan disukai, serta sejauh mana mereka berusaha memperolah penerimaan.
Ø   Bermain Melebih-lebihkan
Permainan ini berhubngan dengan konsep peningkatan kesadaran atas tanda-tanda dan isyarat-isyarat halus yang dikirimkan oleh seseoran melalui bahsa tubuh. Gerakan-gerakan, sikap-sikap badan, dan mimik muka bisa mengomunikasikan makna-makna yang penting, begitu pula isyarat-isyarat yang tidak lengkap. Klien dimana untuk melebih-lebihkan gerakan-gerakab atau mimik muka secara berulang-ulang, yang biasanya mengintensifkan perasaan yang berpaut pada tingkah laku dan membuat makna bagian dalam menjadi lebih jelas.
Ø   Tetap dengan Perasaan
Teknik ini bisa digunakan pada saat klien menunjuk pada perasaan atau susana hati yang tidak menyenangkan yang ia sangat ingin menghindarinya. Terapis mendesak klien untuk tetap dengan atau menahan perasaan yang ia ingin menghindarinya itu.
Kebanyakan klien ingin melarikan diri dari stimulus yang menakutkan dan menghindari perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan. Terapis bisa meminta klien untuk bertahan dengan ketakutan atau kesakitan apapun yang didalamnya sekarang dan mendorong klien untuk menyelam lebih dalam ke dalam perasaan dan tingkah laku yang ingin dihindarinya. Menghadapi, mengonfrontasi, mengalami perasaan-perasaan tidak hanya membutuhkan keberanian, tetapi juga membutuhkan kesediaan untuk bertahan dalam kesakitan yang diperlukan guna membuka dan membuat jalan menuju taraf-taraf pertumbuhan yang baru.
Ø   Pendekatan Gestalt terhadap Kerja Mimpi
Dalam psikoanalisis, mimpi-mimpi ditafsirkan, pemahaman intelektual ditekan, dan asosiasi bebas digunakan sebagai satu metode untuk mengeksplorasi makna-makna yang tidak disadarai dari mimpi-mimpi. Terapi Gestalt tidak menafsirkan mimpi dan menganalisis mimpi, membawa kembali mimpi pada kehidupan, menciptakan kembali mimpi, dan menghidupkan kembali mimpi seakan-akan mimpi itu berlangsung sekarang.
2.      Penerapan dalam Terapi Individual dan Kelompok
Terapi Gestalt bisa diterapkan dengan berbagai cara, baik dalam setting individual maupun dalam setting kelompok. Dalam konseling, terapi Gestalt bisa diterapkan dalam gaya Gestalt terbatas di mana interaksi klien dengan terapis bertaraf minimal. Klien menerjemahkan pengalaman segeranya ke dalam situasi permainan peran di mana klien mempersonifikasi segenap aspek kesadarannya. Dalam bentuknya yang murni ini, reaksi-reaksi klien terhadap terapis menjadi bagian dari proyeksi-proyeksi fantasi klien.
Terapi individual bisa juga dilaksanakan dalam bentuk yang kurang murni, yang ditandai oleh dialog antara klien dan terapis.Terapis bisa menyarankan percobaan-percobaan guna membantu klien dalam memperoleh fokus yang lebih tajam kepada apa yang dilakukannya sekarang. Akan tetapi, terapis juga membawa reaksi-reaksinya ke dalam dialog, dan karenanya dia lebih dari sekadar pengarah terapi individual. Polster dan Polster (1973) dan Kempler (1973), yang merupakan tokoh-tokoh utama dalam terapi Gestalt, mengimbau terapis agar aktif,membuka diri, dan melibatkan pendekatan yang manusiawi.
Kempler percaya bahwa terapi individual yang berhasil adalah hasil partisipasi bersama dari dua manusia. Terapis harus berbuat lebih dari sekadar mengajukkan pertanyaan-pertanyaan, membuat penafsiran-penafsiran, dan memberikan saran-saran. Proses yang berlawanan yang ada dalam diri terapis sendiri adalah bagian yang vital dari proses terapi.
Sebagaimana terapi individual, terapi kelompok bisa dipraktekkan dalam konteks Gestalt, tetapi kurang murni. Kebebasan yang lebih besar bisa diberikan. Para anggota kelompok bisa memiliki kebebasan yang lebih besar untuk berinteraksi secara spontan,dan terapis bisa merangsang interaksi antaranggota. Variabel yang penting adalah menetapkan apakah interversi akan membantu ataukah mengacaukan. Beberapa interaksi anggota menyimpang dari kualitas kerja terapi serta memencarkan energi kelompok. Oleh karena itu, terapis, apakah bekerja menangani klien individual ataupun kelompok, memiliki keleluasaan untuk menggunakan teknik-teknik psikoterapi dengan jangkauan yang lebih luas daripada yang secara orisinil dikembangkan oleh Perls di bengkel kerjanya.
Factor-faktor yang berhubungan dengan penerapan yang pantas dari teknik-teknik terapi Gestalt adalah  : (1) waktu, (2) jenis klien yang ditangani, (3) setting yang dihadapi.
Menurut Shepherd ( 1970 ), teknik-teknik terapi Gestalt, terutama teknik-teknik konfrontif dan melakonkan kembali, tidak cocok untuk digunakan dalam penanganan klien yang psikotik. Ia menunjukkan bahwa para klien yang mengalami gangguan kepribadian yang lebih berat membutuhkan dukungan yang kuat sebelum mereka bisa menanggung pengalaman menghidupkan kembali kemarahan, kesakitan, dan keputusasaan yang meluap-luap yang menandai proses-proses psikotik. Daripada melibatkan klien kedalam permainan peran yang melepaskan perasaan-perasaan yang intens, “akan sangat membantu jika menggunakan teknik-teknik guna menunjang pemulihan kebebasan klien untuk menggunakan mata,tangan,telinga,tubuh;secara umum,untuk meningkatkan kesanggupan-kesanggupan sensoris, perceptual ,dan motorik menuju kemampuan-kemampuan mendukung diri sendiri dan mengatasi lingkungannya” ( Shepherd, 1970, hlm. 235 ).
3.      Penerapan di Sekolah : Proses Belajar-Mengajar
Metodologi Gestalt memiliki penerapan langsung bagi kerja menangani anak-anak dan remaja di sekolah. Lederman menerapkan konsep-konsep terapi Gestalt dalam mengonfrontasikan anak-anak dengan cara-cara mereka menghindari penggunaan kekuatan pribadinya, dan ia menuntut, berdasarkan kepribadiaanya sendiri dan hubungannya yang sungguh-sungguh dengan anak-anak, agar anak-anak itu menerima tanggung jawab atas apa yang di lakukan oleh mereka. Lederman mengetahui benar bahwa para siswa tidak akan mempelajari pelajaran sebelum mereka menangani secara efektif kekacauan emosi yang menghambat konsentrasi pada tugas-tugas belajar.
Dalam bukunya yang berjudul Human Teaching for Human Learning, Brown menguraikan berbagai teknik Gestalt yang baik untuk digunakan di dalam ruangan kelas, yang mencakup kelompok-kelompok dalam dan luar yang dirancang untuk membantu individu-individu tinggal pada “saat sekarang “, kelompok-kelompok fantasi dan latihan-latihan fantasi, latihan-latihan agresi, penyentuhan, teknik teater improvisasional, perjalanan-perjalanan tubuh fantasi, peta-peta kehidupan pribadi, perjalanan bersama, pencerminan, permainan-permainan proyeksi Gestalt, berkeliling bersama, fantasi hewan, teknik-teknik kepercayaan dan kontak Gestalt, teknik-teknik guru-siswa Gestalt, teknik-teknik tanggung jawab Gestalt, dan banyak teknik kesadaran Gestalt verbal dan nonverbal lainnya yang bisa diterapkan pada sekolah dasar hingga sekolah menengah. Ia melaporkan bahwa penggunaan teknik-teknik belajar afektif yang diintegrasikan dengan bahan kognitif menghasilkan belajar yang lebih baik mengenai bahan kognitif, peningkatan motivasi, penghargaan yang lebih besar terhadap diri, orang lain dan alam, dan peningkatan tanggung jawab siswa.






KESIMPULAN

Terapi Gestalt adalah suatu terapi eksistensial yang menekankan kesadaran di sini-dan-sekarang. Fokus utamanya adalah pada apa dan bagaimana-nya tingkah laku dan pada peran urusan yang tak selesai pada masa lampau yang menghambat kemampuan individu untuk bisa berfungsi secara afektif. Konsep-konsep utamanya mencakup penerimaan tanggung jawab pribadi, hidup pada saat sekarang, pengalaman langsung yang merupakan kebalikan dari membicarakan pengalaman-pengalaman secara abstrak, penghindaran diri, urusan yang tidak selesai, dan penembusan jalan buntu.
Sasaran terapeutik utamanya adalah menantang klien untuk beralih dari dukungan lingkungan kepada dukungan diri. Perluasan kesadaran, yang dipandang kuratif dengan dan pada dirinya, adalah suatu tujuan dasar. Dengan kesadaran, klien mampu mendamaikan polaritas-polaritas dan dikotomi-dikotomi yang ada di dalam dirinya sehingga bergerak menuju reintegrasi segenap aspek dari dirinya.
Dalam pendekatan ini, terapis membantu klien agar mengalami lebih penuh segenap perasaannya, dan ini memungkinkan klien mampu membuat penafsiran-penafsiran sendiri. Terapis menghindari pembuatan penafsiran-penafsiran, dan lebih memusatkan perhatian pada bagaimana klien bertindak. Klien mengenali urusannya yang tidak selesai dan menembus kendala-kendala yang menghambat pertumbuhan dirinya. Klien melakukan hal itu dengan mengalami kembali situasi-situasi masa lampau seakan-akan berlangsung sekarang. Terapis memiliki banyak teknik yang bisa digunakan, yang semuanya mempunyai satu kesamaan, yaitu dirancang untuk mengintensifkan tindakan mengalami langsung dan untuk mengintegrasikan perasaan-perasaan yang berlawanan.
Berikut ciri-ciri spesifik terapi Gestalt :
  • Merupakan terapi dengan pendekatan konfrontif dan aktif.
  • Menangani masa lampau dengan membawa aspek-aspek masa lampau yang relevan ke saat sekarang.
  • Menggairahkan hubungan dan pengungkapan perasaan-perasaan langsung, dan menghindari intelektualisasi abstrak tentang masalah-masalah klien.
  • Memberikan perhatian terhadap pesan-pesan nonverbal dan pesan-pesan tubuh.
  • Menolak mengakui ketidakberdayaan sebagai alasan untuk tidak berubah.
  • Meletakan penekanan pada klien untuk menemukan makna-makna sendiri dan membuat penafsiran-penafsiran sendiri.
  • Dalam waktu yang sangat singkat, para klien bisa mengalami perasaan-perasaannya sendiri secara intens melalui sejumlah latihan Gestalt.










DAFTAR PUSTAKA


Corey, Gerald. 2005. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung : Refika Aditama.


No comments:

Post a Comment